STARJOGJA.COM, JAKARTA – MIPI Soroti Alternatif Pelaksanaan Pilkada Tidak Langsung melalui DPRD. Ketua Umum (Ketum) Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Bahtiar mengatakan, Pilkada tidak langsung bisa menjadi alternatif pemilihan kepala daerah. Alasannya, Pilkada langsung menimbulkan biaya politik yang tinggi dan pada akhirnya timbul tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah.
Hal itu disampaikan Bahtiar dalam webinar MIPI bertajuk “Menggagas Pilkada Tak Langsung: Melalui DPRD?”, Sabtu (3/9/2022). Tema yang diangkat MIPI berawal dari kegelisahan masyarakat yang terus menerus terjadi dari waktu ke waktu terkait Pilkada langsung. Wacana terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak langsung melalui DPRD tengah bergulir beberapa waktu ini.
Bahtiar menyatakan, kepala daerah bisa menghabiskan biaya triliunan rupiah untuk membayari orang sekabupaten/kota agar memilihnya. Padahal calon kepala daerah bisa dikatakan tidak mungkin bisa membayari semua pemilih.
“Dari puluhan miliar sampai triliunan orang menghabiskan uang kepala daerah. Pertanyaannya, adakah calon punya uang cash sebanyak itu? Kan pasti tidak ada, hampir pengusaha besar yang punya uang triliunan itu gak mau jadi kepala daerah, tapi akan mendukung calon-calon kepala daerah yang bisa bersinergi untuk penguasaan sumber daya alam, ekonomi, dan seterusnya,” katanya.
Bahtiar menyebut, dari kajian MIPI dan Civil Society Organization (CSO) menunjukkan praktik tidak terpuji tersebut. Terutama dari catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah banyak kepala daerah yang terlibat korupsi. Bahkan korupsi dilakukan kepala daerah yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, juga usianya beragam dari 20-an hingga 70-an tahun.
“Tentu MIPI, berkepentingan untuk melakukan diskusi-diskusi awal tentang ini. Cari solusi alternatif,” ujarnya.
Senada dengan Bahtiar, Sekretaris Jenderal (Sekjen) MIPI Baharuddin Thahir menyatakan kegelisahannya terkait pelaksanaan sistem Pilkada. Bercermin dari pelaksanaan Pilkada tahun 2020, hasil kajian menunjukkan, Pilkada langsung ternyata tidak efisien dan bisa menimbulkan konflik. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kepala daerah yang tersangkut KPK.
Lanjutnya, tersangkutnya para kepala daerah di KPK ditengarai karena besarnya biaya politik yang dikeluarkan untuk menduduki jabatan. Money politik atau serangan fajar juga dirasa sangat tidak efisien. Sementara dalam lima tahun masa jabatan, biaya-biaya politiknya tersebut kemungkinan kecil bisa dikembalikan.
Comments