STARJOGJA.COM, JOGJA – Festival Kebudayaan Yogyakarta 2022 (FKY 2022) kembali mengusung visi “pencatatan kebudayaan”.
Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) atau Kundha Kabudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi mengatakan FKY 2022 masih menjadi kelanjutan dari FKY 2021
“Festival yang hadir sebagai kerja pencatatan kebudayaan untuk membaca, membicarakan, merayakan, dan mengingat dialektika kebudayaan hari ini. Sebagai dasar pengembangan dan penemuan, kebudayaan yang dicatat adalah kebudayaan yang menggambarkan praktik “keberdayaan warga”, katanya.
FKY 2022 merancang tema besarnya pada “Mengelola Air dan Tanah” sebagai narasi yang berfokus pada kawasan Gunungkidul dan Kulon Progo, kawasan yang dirasa masih kurang tercatat keterlibatannya berdasarkan peta subjek budaya FKY 2021.
Terdapat tiga hal yang melatarbelakanginya, yaitu peran penting air dan tanah bagi kehidupan, keberadaan praktik dan subjeknya, serta kemunculan isu tersebut pada tahun sebelumnya di Gunungkidul dan Kulon Progo yang mampu dikaji lebih dalam. Sebagai fokus, air dan tanah pun dapat dieksplorasi dengan berbagai pemaknaan melalui praktik-praktik kebudayaan di DIY.
FKY 2022 memilih judul “Merekah Ruah” agar dapat dimaknai sebagai sebuah harapan atas keberadaan FKY. Semangat keterlibatan dan keberdayaan yang hadir dalam festival ini semoga mampu memberikan dampak luas sekaligus berkah melimpah bagi masyarakat.
Dalam mengimplementasikan tema yang dipilih, FKY 2022 diselenggarakan dengan menegosiasi bentuk festival yang selama ini terpusat menjadi tersebar.
Hal ini sekaligus sebagai cara untuk memeriksa ulang term “festival kebudayaan” yang dapat dirayakan bersama. Pilihan ini juga bertujuan untuk memperluas pencatatan atas keterlibatan pelaku budaya serta mengeksplorasi lebih jauh praktik dokumentasi budaya yang dilakukan oleh masyarakat.
Sebagai festival kebudayaan yang memiliki kompleksitasnya, penyelenggaraan hybrid dipilih sebagai format yang tepat untuk menghadirkan pengetahuan, pengalaman, dan hiburan.
” Strategi konten digital dalam penyelenggaraan daring kembali diusung untuk menghadirkan bobot dan kedalaman konteks pengetahuan, sementara strategi penyelenggaraan luring menjadi ruang yang mengakomodir pertemuan fisik dan apresiasi langsung dari masyarakat,” terangnya.
Comments