Labuhan Merapi merupakan tradisi yang rutin diadakan setiap tahun oleh Keraton Yogyakarta dalam rangka memperingati “tingalan jumenengan Ndalem” atau ulang tahun naik tahta Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Raja Keraton Yogyakarta.
Adapun “uba rampe” tersebut diantaranya terdiri dari Sinjang Kawung Kemplang, Semekan Gadhung, Semekan Gadhung Mlati, Kampuh Paleng, Destar Daramuluk, Destar Udaraga dan Arta Tindhih dan lainnya.
“Uba rampe” tersebut selanjutnya dibawa ke petilasan Mbah Maridjan yang berada di Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman dan akan dibawa ke Sri Manganti yang berada di gunung Merapi untuk prosesi labuhan pada Rabu (22/1) pagi.
Kustini menyambut baik pelaksanaan tradisi labuhan Gunung Merapi ini.
Menurut dia, upacara labuhan Merapi tidak hanya sekedar tradisi, namun labuhan Merapi ini juga sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan.
“Labuhan Merapi ini juga menunjukkan sikap gotong royong, guyub rukun, dan golong gilig di masyarakat, khususnya masyarakat di Kabupaten Sleman,” katanya.
Kustini juga mengaku merasa bangga dengan antusiasme masyarakat dalam melaksanakan kegiatan ini.
“Antusiasme ini menunjukkan bahwa masih tingginya rasa handarbeni terhadap budaya dan tradisi lokal di tengah gempuran budaya asing,” katanya.
Baca juga : Labuhan Merapi Wujud Syukur dan Doa Bagi Raja Kraton
Comments