“Dalam waktu dekat, BMKG bekerja sama dengan UGM dalam hal ini FMIPA, Fisika, dan Geofisika UGM bersama-sama dalam Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) melakukan penelitian di daerah yang diduga (Sesar Mataram) dari hasil penelitian terdahulu,” kata Staf Stasiun Geofisika Kelas I Sleman Ayu K. Ekarsti dikutip Antara, Selasa (21/2/2023).
Berkolaborasi dengan para peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM, tim dari BMKG akan memantau kondisi di bawah permukaan tanah yang disebutkan peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dilintasi Sesar Mataram.
Menurut Ayu, metode penelitian BMKG tersebut di antaranya akan menggunakan kajian ilmu geofisika dengan seismograf sebagai alat ukurnya. “Nantinya akan dianalisis oleh teman-teman untuk melihat bagaimana profil bawah permukaannya. Saat ini sedang proses penggodokan penentuan lokasi titik ukur,” kata dia.
Namun demikian, berdasarkan pendekatan data kegempaan, BMKG Yogyakarta belum pernah menemukan adanya aktivitas kegempaan di lokasi sesar yang keberadaanya diklaim oleh peneliti BRIN. Padahal, menurut dia, keberadaan sesar aktif dapat diidentifikasi manakala daerah yang diduga dilintasi pernah terjadi gempa bumi.
“Kalau dari kacamata BMKG, kami belum menemukan adanya kegempaan di lokasi tersebut, mungkin nanti dengan menggunakan pendekatan lain atau dengan kacamata geodesi atau pengukuran geofisika bisa lebih memperkuat apakah hasil temuan itu memang benar atau tidak,” kata dia.
Sebelumnya, Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Danny Hilman Natawidjaja menyebutkan selain terdapat Sesar Opak yang menyebabkan gempa pada 2006, di wilayah Yogyakarta ternyata terdapat sesar aktif yang sebelumnya belum terpetakan.
Berdasar data pemutakhiran sesar aktif yang dilakukan BRIN, Danny menyebutkan sesar yang membentang dari timur ke barat tersebut baru dipetakan pada 2021 dengan nama Sesar Mataram. Ia mengatakan pada Sesar Mataram bagian timur sebelumnya dikenal sebagai Sesar Dengkeng.
“Ini sebetulnya sudah dikenal juga sebagai Sesar Dengkeng pada waktu itu di sebelah timurnya, tapi baru diketahui bahwa Sesar Dengkeng ini masih menerus ke arah barat melewati tengah-tengah Kota Yogyakarta,” ujar Danny Hilman Natawidjaja dalam acara lokakarya nasional “Perkembangan Terkini Pemutakhiran Peta Sumber Dan Bahaya Gempa Indonesia” di Jakarta, pada 29-30 November 2022 yang juga disiarkan melalui akun Youtube Kementerian PUPR.
Meski belum ada studi yang lebih rinci, kata Danny, Sesar Mataram terlihat berasosiasi dengan “offset stream” berdasarkan studi survei geolistrik dan pemetaan berdasarkan morfologi.
Pakar Geofisika FMIPA UGM Wiwit Suryanto mendukung penuh rencana BMKG menggelar penelitian lanjutan atas hasil studi BRIN terkait Sesar Mataram. Menurut dia, munculnya sesar atau patahan-patahan baru di wilayah DIY sangat memungkinkan dipicu oleh gempa-gempa yang terjadi sebelumnya. “Bumi ini kan dinamis, patahan yang dulu tidak aktif, juga bisa menjadi aktif,” kata Wiwit.
Sementara itu, Manajer Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD DIY Lilik Andi Aryanto menunggu hasil kajian resmi dari BMKG Yogyakarta terkait keberadaan sesar aktif baru tersebut.
Menurut dia hasil kajian dari BMKG nantinya akan menjadi dasar BPBD DIY untuk menyusun peta risiko bencana gempa bumi yang baru apabila Sesar Mataram telah dipastikan berada di DIY.
Baca juga : Pemerintah Kabupaten Sleman Ajak Warga Peringati Hari Jadi ke-106 Kabupaten Sleman
Comments