Survei tersebut dirilis pada Rabu (1/3) oleh SEEK, Boston Consulting Group (BCG), dan The Network. Survei mewawancarai sebanyak 97.324 responden di Indonesia, Hong Kong, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Menurut JobStreet, pencari kerja di Indonesia lebih terbuka terhadap tawaran pekerjaan dan hanya sedikit responden memiliki isu terkait deal-breaker. Dalam memilih karier, para responden memprioritaskan cuti yang tetap digaji, asuransi dan tunjangan, tugas-tugas kerja yang rumit, dan mendapat peluang kepemimpinan dibandingkan dengan rata-rata responden dari global.
Sebagian besar pekerja Indonesia menyukai sistem kerja hybrid, meskipun 38 persen di antaranya terbuka untuk kembali bekerja di kantor secara full time. Terkait jadwal kerja, pencari kerja di Indonesia lebih memilih bekerja dengan jadwal standar lima hari dalam seminggu.
“Harapan orang terhadap pekerjaan telah berubah secara radikal dalam beberapa tahun terakhir. Kebanyakan pencari kerja tidak ingin hidup untuk bekerja, tetapi bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup,” kata Partner dan Associate Director di BCG Sagar Goel melalui keterangan pers di Jakarta, Kamis.
Meskipun gaji tinggi mungkin menjadi cara untuk menarik perhatian pencari kerja, Goel memandang bahwa uang tidak cukup untuk mempertahankan karyawan dalam jangka panjang.
“Budaya yang mendukung work life balance, memungkinkan fleksibilitas, dan menekankan hubungan kerja yang baik sama pentingnya,” imbuh dia.
JobStreet menilai pasar tenaga kerja di Indonesia sangat kompetitif. Ini ditunjukkan dari survei bahwa 76 persen responden mendapat tawaran pekerjaan beberapa kali dalam setahun dengan tawaran pekerjaan di berbagai bidang.
Sebanyak 75 persen orang Indonesia juga percaya bahwa mereka memiliki posisi tawar yang kuat saat mencari pekerjaan. Namun saat mendekati peluang kerja, 43 persen responden akan menolak peluang kerja yang menarik jika mendapat pengalaman rekrutmen yang buruk.
Baca juga : Hustle Culture, Simak Bahayanya
Comments