STARJOGJA.COM, Info – Tanggal 24 Maret diperingati sebagai hari tuberkulosis sedunia (HTBS). dr. Betty Nababan Manager Implementasi Zero TB Yogyakarta mengatakan penentuan hari ini bertepatan dengan penemuan bakteri mycobacterium tuberculosis (bakteri penyebab TBC) oleh Robert Koch pada 1882.
“Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan tema peringatan tahun ini adalah “Yes! We can End TB,” ujarnya.
Betty mengatakan sedangkan Kementerian Kesehatan RI mengadaptasi tema yang mencerminkan keterlibatan multipihak dalam mencegah dan mengeliminasi TBC menjadi “Ayo Bersama Akhiri TBC, Indonesia Bisa!”. Saat ini Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara dengan beban kasus TBC tertinggi di dunia setelah India.
“Di Indonesia, pada 2021 diperkirakan terdapat 969.000 kasus TBC (satu orang tiap 33 detik). Angka ini naik 17% dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 824.000 kasus. Sedangkan pada 2022, jumlah kasus TBC yang ditemukan dan dilaporkan ke SITB tahun 2022 ialah sebanyak 717.941 kasus dengan cakupan penemuan TBC sebesar 74% (target: 85%). Karena itu, penemuan kasus TBC menjadi unsur yang penting Zero TB Yogyakarta (ZTBY) adalah inisiatif yang diluncurkan sejak 2019 menggunakan pendekatan search, treat and prevent (temukan, obati dan cegah).”
Menurutnya pendekatan tersebut dilaksanakan secara inovatif, komprehensif dan masif. Kegiatan ini bertujuan untuk membantu pemerintah DIY dalam upaya percepatan eliminasi TBC di 2030. Dua kegiatan utama ZTBY adalah penemuan kasus TBC secara aktif (active case finding – ACF) menggunakan Rontgen dada dan investigasi kontak (IK).
“ACF dilakukan dengan mendatangkan mobil Rontgen ke tengah masyarakat. Kegiatan ini menyasar populasi risiko tinggi TBC seperti perkampungan padat penduduk/kumuh, lapas/rutan, asrama, panti jompo, HIV, balita dan orang-orang yang kontak dengan penderita TBC.”
Ia mengatakan sedangkan IK dilakukan dengan membantu petugas TBC Puskesmas mengunjungi pasien TBC yang terdata dalam SITB. Kunjungan dilakukan untuk memeriksa kontak serumahnya, apakah terkena TBC atau tidak. Selain pemeriksaan gejala TBC, pemeriksaan lain yang dilakukan adalah uji tuberkulin untuk mengetahui apakah di dalam tubuh kontak serumah pasien tersebut terdapat kuman TBCnya.
“Jika kontak serumah terkonfirmasi terinfeksi kuman TBC, maka disarankan untuk menjalani terapi pencegahan TBC (TPT). TPT adalah terapi yang dilakukan oleh orang yang tidak sakit TBC (tidak ada tanda dan gejala TBC) namun terinfeksi TBC. Kondisi ini bisa disebut sebagai TBC laten.”
TPT bertujuan untuk mencegah kuman TBC yang sudah ada di dalam tubuh agar tidak berkembang dan menimbulkan sakit TBC. Terapi ini diberikan kepada orang yang berisiko tinggi terkena sakit TBC, yaitu mereka yang tinggal serumah dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV), atau orang dengan kondisi kesehatan yang melemahkan daya tahan tubuh.
“TBC laten adalah suatu keadaan dimana seseorang sudah mempunyai kuman TBC di dalam tubuhnya, sistem kekebalan tubuh tidak mampu menyingkirkan kuman TBC dari tubuh secara sempurna, tapi mampu mengendalikan atau memagari kuman sehingga tidak timbul gejala sakit TBC. TBC laten akan berkembang menjadi sakit TBC (TBC aktif) di kemudian hari apabila sistem kekebalan tubuhnya menurun.”
Baca juga : Dukung Eliminasi Tuberkulosis, ZTBY Aktif Lakukan Skrining di Masyarakat
Comments