“Futsal lapangan kecil risiko cederanya lebih besar. Refleks gerakannya harus lebih cepat, ganti posisinya lebih cepat otomatis risiko cederanya besar,” kata dia dalam acara “Mengatasi nyeri lutut tanpa operasi” di Jakarta, Rabu.
Ligamen atau jaringan pengikat sobek menjadi salah satu contoh kasus yang pernah ditemui di klinik tempatnya praktek, di kawasan Bandung, Jawa Barat. Kasus ini bahkan dialami anak usia sekolah dasar (SD).
Walau begitu, demi mengurangi risiko cedera, seseorang yang akan berolahraga umumnya disarankan melakukan persiapan seperti pemanasan, agar tubuh siap.
Kemudian, berbicara lebih lanjut mengenai pilihan olahraga, Arief menyarankan orang-orang menyesuaikan dengan kemampuan tubuh. Mereka yang berusia di atas 50 tahun, misalnya sebaiknya tidak memilih futsal, bulutangkis demi mencegah cedera.
“Misalnya usia sudah 50 tahun ke atas, olahraganya masih main badminton, futsal, pasti akan terjadi cedera karena dengan bertambahnya usia fungsi tubuh menurun,” tutur Ketua Komite Medis Klinik Flex Free itu.
Arief mengatakan, orang-orang saat memilih olahraga juga sebaiknya tak asal karena mengikuti tren, tetapi menyesuaikan dengan tujuan mereka misalnya demi kesehatan, atau hal spesifik seperti membentuk otot tubuh dan sebagainya.
Terkait cedera, Dokter dari Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia Dokter Spesialis Rehabilitasi dr Ferius Soewito, Sp.KFR, AIFO-K dalam acara yang sama menuturkan kondisi ini dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Bukan semata saat berolahraga tetapi juga saat bekerja, melakukan hobi dan bahkan aktivitas sehari-hari seperti berjalan.
“Olahraga lari misalnya atau basket, badminton, tenis merupakan olahraga yang sering dilakukan dan memiliki risiko yang cukup tinggi untuk terjadi cedera. Sementara hobi yang berisiko cedera misalnya menari,” demikian kata dia.
Comments