STARJOGJA.COM, Info – Demam Berdarah Dengue (DBD) identik penyebarannya dengan musim penghujan, namun Pusat Kedokteran Tropis UGM, Dr. Eggi Arguni, MSc., PhD mengimbau masyarakat agar tetap waspada walaupun telah memasuki musim kemarau. Sebenarnya, apa itu DBD? Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.
DBD ditandai dengan munculnya gejala seperti demam tinggi yang tak kunjung turun, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan manifestasi perdarahan seperti mimisan atau gusi berdarah, serta adanya kemerahan di bagian permukaan tubuh sebagai spektrum paling berat. Eggi Arguni mengatakan, infeksi Dengue memiliki tiga fase, yakni demam, kritis, kemudian penyembuhan.
“Selama pasien masih dalam fase demam, satu sampai tiga hari atau sekitar itu, mereka berpotensi menularkan infeksinya kepada orang lain. Jadi kalau dia sedang sakit, kemudian ada nyamuk yang menggigit, maka kalau nyamuknya ini menggigit orang lain yang sehat, orang tersebut juga akan terkena infeksinya,” katanya.
Jika pasien bisa melewati tiga hari pertama fase demam, setelahnya akan masuk ke dalam fase kritis. Pada fase ini, tak semua orang dapat bertahan ketika memasukinya, kemungkinan hanya 10% sampai dengan 15% saja. Masa kritis merupakan salah satu masa yang sangat perlu diwaspadai, terlebih jika tergolong dalam tipe atau spektrum yang berat, karena bisa menyebabkan kematian.
Apabila kita tinggal di daerah endemis atau memiliki angka kasus yang tinggi, rasa waspada dan lebih menyadari sejak dini ciri-ciri demam berdarah sangat diperlukan. Karena perlu diketahui, meski musim kemarau, untuk daerah endemis seperti Yogyakarta, tak akan terbebas dari demam berdarah, dibuktikan dengan adanya laporan-laporan kasus penyakit ini.
“Selama musim kemarau, telur-telur nyamuk tetap bisa bertahan hidup, hingga saat turun hujan telur tersebut akan menetas dan bertambah populasinya,” ujarnya.
Eggi melanjutkan, banyak tempat-tempat yang dijadikan perkembangbiakan nyamuk seperti dispenser air minum, vas bunga berair, kaleng-kaleng bekas di halaman rumah yang di dalamnya berisi genangan air, bisa menjadi perindukan nyamuk. Hal inilah yang harus tetap dicegah selama musim kemarau berlangsung.
“Usaha pencegahan yang bisa dilakukan diantaranya ikanisasi, penggunaan baju dan celana lengan panjang berwarna cerah pada anak, serta 3 M (menutup, menguras dan mendaur ulang) juga melakukan vaksin Dengue,” tuturnya.
Sejak tahun 2018, Indonesia telah memiliki vaksin jenis pertama untuk Dengue, kemudian baru-baru ini telah diluncurkan vaksin tahap kedua dengan efektivitas yang lebih bagus, dan diperuntukan untuk tingkatan usia 6 sampai 45 tahun sebagai pencegahan. Penelitian baru mengenai DBD telah dilakukan menggunakan bakteri Wolbachia di bawah naungan Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM sejak akhir 2011 dengan tujuan untuk membuktikan bahwa teknologi ini bisa mencegah infeksi dan transmisi Dengue.
“Prinsipnya itu ada suatu bakteri endosimbion, yang kita sebut sebagai bakteri Wolbachia. Bakterinya itu dimasukan ke dalam nyamuk Aedes Aegypti, karena uniknya Wolbachia itu merupakan bakteri yang sangat umum ada dalam serangga, secara natural banyak sekali dalam serangga. Tetapi, nyamuk Aedes Aegypti yang merupakan vektor utama untuk penyebaran Dengue, justru gak punya Wolbachia. Jadi kita secara artificial memasukan bakteri itu ke dalam nyamuk dan kemudian hal tersebut akan diturunkan ke anak-anaknya.”
Di dalam tubuh nyamuk, Wolbachia dapat menekan replikasi virus Dengue sehingga transmisi Dengue tidak akan terjadi ke manusia. Penelitian tersebut ternyata berhasil dan efektif menurunkan kasus Dengue serta jumlah pasien rawat inap di rumah sakit.
“Peran serta masyarakat terkait penelitian ini sangat kita harapkan, karena terkait dukungan. Selama ini kita berusaha membunuh nyamuk, dengan tujuan nanti jumlah nyamuk berkurang. Tetapi metode ini adalah dengan melepaskan nyamuk, tapi nyamuk yang baik, yang tidak bisa menyebarkan virus Dengue. Pemahaman ini perlu mendapat dukungan dari masyarakat”, katanya.
Hingga saat ini, Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM masih gencar melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat melalui berbagai media. Eggi menekankan, agar masyarakat tetap melakukan 3M (menutup, menguras dan mendaur ulang) secara gotong royong, memperhatikan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), vaksin Dengue, dan teknologi baru bakteri Wolbachia yang mendampingi berbagai upaya pemerintah.
Comments