STARJOGJA.COM, ARTJOG sebagaimana kita ketahui, memiliki peran penting sebagai sarana pendidikan budaya secara populer serta sebagai ruang diplomasi budaya. Selain itu, ARTJOG juga menjadi katalisator dalam mengembangkan aspek pariwisata berbasis seni.
ARTJOG pun berkontribusi dalam peningkatan ekonomi DIY baik dalam kenaikan jumlah dan lama tinggal pengunjung di hotel-hotel maupun naiknya angka pembelanjaan pengunjung selama pelaksanaan ARTJOG.
Peristiwa ARTJOG berhasil menarik segmen wisatawan berkualitas, menciptakan relasi yang mendorong kunjungan ulang, dan menghasilkan publisitas positif tentang destinasi DIY yang unik dan lengkap.
Dampak ARTJOG
Studi Dampak ARTJOG 2022 oleh Ike Janita Dewi dan Tri Subagya mencatat bahwa selama ARTJOG digelar, tingkat pembelanjaan pengunjung luar DIY meningkat 3-4 kali lipat (390%).
Selain itu, selama gelaran ARTJOG rata-rata durasi tinggal wisatawan nusantara di DIY meningkat dua kali lipat, dari 2,01 hari menjadi 4,08 hari.
Secara keseluruhan, penyelenggaraan ARTJOG memiliki dampak ekonomi yang signifikan, berkontribusi sebesar Rp 3,4 T atau sekitar 2,28% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DIY pada tahun 2021.
ARTJOG 2023 akan kembali digelar di Jogja National Museum, Yogyakarta, mulai tanggal 30 Juni hingga 27 Agustus 2023. Mengusung tema “Motif: Lamaran”, pameran ini akan melibatkan 73 seniman yang terdiri dari 51 seniman dewasa dari jalur undangan dan panggilan terbuka, serta 22 seniman anak.
Tema 2023
Tema “Motif: Lamaran” dipilih sebagai landasan dalam merajut ide dan pola karya seniman sekaligus mengajak mereka untuk mengungkapkan gagasan dan motivasi di balik karya. Tim kuratorial ARTJOG akan dipimpin oleh kolaborasi kurator dan seniman; Hendro Wiyanto, kurator dan penulis berbasis di Jakarta dan Nadiah Bamadhaj, seniman Malaysia yang menetap di Yogyakarta.
Keduanya melandasi pilihan karya seniman dari sesuatu yang performatif, tangible, memiliki pendekatan serta perangkat visual yang kaya, dan tentunya menarik.
Selain itu, tim kuratorial ARTJOG 2023 juga mengajak seniman muda pendaftar untuk memahami unsur-unsur sejarah tekstual Indonesia melalui tiga karya kanon Indonesia: “Laut” (1967) karya Sanento Yuliman, “Abracadabra” (1974) karya Danarto, dan “Misteri” (1983) karya Toeti Heraty.
Dalam gelaran tahun ini, ARTJOG mengundang Mella Jaarsma dalam program Commissioned Artist. Mella Jaarsma telah berkontribusi secara signifikan pada dunia kesenian dalam karirnya selama lebih dari 30 tahun.
Karya Mella Jaarsma banyak mengeksplorasi berbagai material untuk mengungkapkan dan mempertanyakan fenomena sosial serta elemen kehidupan Jawa dan Indonesia. Karyanya sering menggunakan tubuh manusia sebagai motif sentral. Tubuh berfungsi sebagai jembatan antara karya dan penontonnya serta menghadirkan ketegangan yang intens antara pemirsa dan karya tersebut.
ARTJOG akan menampilkan bangunan limasan yang menaungi karya-karya Mella dengan tiga pendekatan kuratorial.
Pertama, konsep arsitektur rumah limasan yang merepresentasikan ruang cair yang mengakomodasi pertemuan antar individu atau komunitas melalui aktivitas nongkrong.
Kedua, karya yang berpondasi pada konsep kulit kedua (second skin) yang mewarnai karya Mella dari tahun 2000-an. Konsep second skin menampilkan karya-karya berbentuk jubah dari bahan-bahan tradisional yang merepresentasikan sekaligus mengomentari fenomena dalam masyarakat Indonesia.
Pendekatan ketiga menampilkan karya-karya Mella yang merujuk pada arsitektur dan ruang. Menyoroti hubungan antara tubuh, ruang, dan konsep arsitektur limasan, instalasi karya commissioned artist ini menghadirkan ruang kontemplasi atas persoalan identitas, polarisasi, dan pakaian, sebuah kecenderungan yang dalam dekade terakhir ini menguat dalam atmosfer masyarakat Indonesia.
Selain Mella Jaarsma, beberapa seniman seperti Novi Kristinawati, Ugo Untoro, dan Dicky Takndare juga turut memeriahkan ARTJOG tahun ini. Karya instalasi Novi Kristinawati untuk ARTJOG adalah sebentuk site-specific yang merespons tangga-tangga di dalam gedung Jogja National Museum.
Konsep yang melandasi dua buah karya ini adalah metode perihal kondisi-kondisi yang saling bertentangan satu sama lain, yang disebutnya “berpikir cepat” (“fast thinking”) dan “berpikir lambat” (“slow thinking”). Ugo Untoro, dalam seri karya terbaru batu bersuratnya memahat berbagai motif-gambar, simbol, aksara, pepatah-petitih-pada permukaan bebatuan candi, membubuhkan makna-makna baru yang satu dengan yang lain tidak saling berkaitan.
Pada satu sisi keberadaan bongkahan-bongkahan batu itu menandai obyek, citra dan artifak arkeologis seperti prasasti. Akan tetapi pada sisi lain batu-batu bersurat ini memuatkan pesan-pesan dan isu kontemporer. Isu-isu itu sedikit banyak juga merefleksikan berbagai informasi dan misinformasi yang melimpah ruah di dunia sosial media sekarang ini.
Karya Dicky Takndare yang berukuran besar menggabungkan gagasan antara, yakni berada di dalam dan di luar bagi tahanan politik di Papua Barat. Ia memadukan antara kebesaran monumen Pembebasan Irian Barat yang dikerjakan oleh pematung Edhi Sunarso di Jakarta semasa kekuasaan Presiden Soekarno pada 1960-an dan ruang tahanan sebagai tubuh abstrak monumen itu.
Antusiasme
Menyambut antusiasme keterlibatan anak-anak, ARTJOG Kids kembali digelar untuk memfasilitasi karya dan aktivitas anak-anak serta menempatkan karya mereka bersama dengan karya seniman professional.
ARTJOG secara khusus mengundang seniman Erwin Windu Pranata untuk membuat karya interaktif yang melibatkan anak-anak dalam prosesnya. Erwin berkolaborasi bersama anak-anak dari Rumah Belajar Ummasa, Bandung yang berusia 4 sampai 10 tahun untuk merespon keberadaan pohon beringin. Dari hasil sketsa anak-anak tersebut, Erwin kemudian mewujudkannya dalam bentuk balon 3 dimensi yang juga dapat ‘dimainkan’.
Selain itu, program Exhibition Tour for Kids juga akan memfasilitasi sesi tur pameran khusus anak dengan pendekatan yang lebih interaktif dan menyenangkan sehingga anak-anak dapat berpartisipasi aktif dalam menjelajahi karya seni.
Selain itu, tahun 2023 juga menandai langkah baru komitmen ARTJOG dalam misi menciptakan peristiwa seni yang lebih inklusif dengan menghadirkan Pusat Layanan Disabilitas (PLD).
Layanan ini bertujuan untuk memperluas akses bagi penyandang disabilitas untuk menikmati dan berpartisipasi dalam peristiwa seni yang hadir di ARTJOG, sekaligus memastikan bahwa teman-teman difabel tidak dikecualikan dari acara dan ruang kesenian.
Keterlibatan teman difabel dalam peristiwa seni diharapkan dapat berfungsi sebagai media pendidikan dan kesadaran tentang disabilitas, menghapuskan stereotip, meningkatkan pemahaman serta mempromosikan kesetaraan dan penerimaan terhadap keragaman individu.
Pada situasi yang lain, ARTJOG 2023 menghadirkan performa ARTJOG sebagai hasil transformasi dari program pertunjukan yang telah hadir sejak 2017. performa ARTJOG akan menghadirkan empat sub program. Yaitu: Main Performance yang menampilkan seniman-seniman dengan praktik artistik yang berdedikasi pada sejarah seni pertunjukan Indonesia, Connect yang merupakan program aktivasi pra-pertunjukan dari seniman Main Performance untuk terhubung dengan publik pada berbagai aspek dan elemen pertunjukan secara mendalam, Explanatory yang mempertemukan seni rupa dengan seni pertunjukan melalui penciptaan kolaboratif, dan Special Performance yang membuka panggung pertunjukan bagi publik.
Sebuah karya pertunjukan dari Teater Garasi bertajuk “Waktu Batu: Rumah yang Terbakar” akan hadir sebagai pembuka performa ARTJOG. Karya ini merupakan pertunjukan silang-media (teater x video game x sinematografi) tentang duka ekologis (ecological grief) yang menajam menjadi murka ekologis (ecological rage).
Menyambung keberlanjutan dari gelaran pada tahun-tahun sebelumnya, ARTJOG kembali menghadirkan program-program pendukung seperti Young Artist Award, Exhibition Tour, Meet The Artist, Artcare, serta Jogja Art Weeks.
Jogja Art Weeks akan berfungsi sebagai kanal informasi, publikasi dan jejaring lintas peristiwa kesenian di Yogyakarta dan sekitarnya dengan menyajikan jadwal acara seni, liputan, rekomendasi, hingga panduan menikmati pengalaman seni yang beragam dan seru.
Tiket
Untuk mengunjungi pameran ARTJOG 2023, publik dapat membeli tiket seharga Rp75.000,00 yang dapat diperoleh melalui pembelian langsung di lokasi. Pengunjung dapat menikmati pameran dan rangkaian kegiatan selama jam operasional pukul 10.00 – 21.00 WIB.
Sedangkan informasi dan pendaftaran untuk program pendukung lain seperti ARTJOG Kids, performa ARTJOG, Meet the Artist, dan Exhibition Tour dapat diakses melalui website www.artiog.id.
Sumber : Yayasan Hita Pranajiwa Mandaya – ARTJOG
Baca juga : Punya Kendala dengan Aplikasi Mobile JKN? Ikut Kelas Konsultasi Aja
Comments