STARJOGJA.COM, Info – Pembentukan Badan Usaha Milik Kelurahan (BUMkal) memang memerlukan proses yang cukup panjang. Terdapat 71 kelurahan yang sudah membentuk BUMKal di Kabupaten Sleman, namun hanya 5 yang sudah masuk kategori maju.
Samsul Bakri S.IP., Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kelurahan
Kabupaten Sleman mengatakan BUMKal dibentuk untuk memberi keuntungan terutama pada pendapatan asli di masing-masing kelurahan.
“Lebih didesain untuk bagaimana hasil yang nanti bisa memberikan kontribusi
kepada pendapatan asli desa, kemudian juga mempunyai fungsi untuk bisa menjadi salah satu penggerak roda ekonomi di masyarakat,” katanya kepada Star FM.
Ia juga mengatakan BUMkal yang dibentuk memerlukan kajian atas kelayakannya. Pembentukan BUMKal juga harus memperhatikan potensi yang ada di kalurahan agar nantinya dapat dikembangkan dan dikelola.
Untuk menjadi landasan pembentukan BUMKal, pemerintah mengeluarkan Perda No.13/2019 tentang Tata Cara Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa. Seiring berjalannya waktu untuk mengikuti perkembangan dan penyesuaian regulasi dengan kondisi di lapangan pemerintah merevisi perda tersebut dengan membentuk Raperda.
Respati Agus Sasangka S.IP., Ketua Pansus BUMKal mengatakan disamping untuk menyesuaikan atas perda sebelumnya pertimbangan dibentuknya
Raperda BUMKal adalah meningkatkan kesejahteraan di kalurahan.
“Ada beberapa prasyarat kemudian layak menjadi pertimbangan bahwa perda ini nantinya bisa menjadi alat, bisa menjadi regulasi yang mengatur tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelurahan,” katanya.
Pada BUMKal, keputusan tertinggi diambil dari musyawarah kalurahan, maka dari itu mekanisme pengambilan keputusan dan kebijakan pada pembentukan BUMKal tidak hanya sekedar formalitas tapi menjadi tugas bersama semua. Selain berorientasi pada keuntungan, pembentukan BUMKal juga harus berorientasi pada pelayanan masyarakat.
Ade mengatakan musyawarah kalurahan saat ini kurang mengedepankan diskusi yang bersifat substansi. Ia juga mengatakan diskusi kalurahan harus lebih mendalam sesuai Raperda BUMKal.
“Kita juga mendorong di dalam Raperda ini salah satu yang diatur menjadi lebih rinci tentang musyawarah kalurahan sebagai pengambilan keputusan tertinggi di dalam penentuan kebijakan di BUMKal,” katanya.
Samsul mengatakan ada beberapa hal lain yang mendasari perubahan perda selain untuk menjalankan amanat undang-undang desa yaitu PP No. 11 Tahun 2021 tentang BUMDes, Peraturan Menteri Desa dan Peraturan Menteri Kota.
“Disana banyak perubahan juga sehingga kita harus sesuaikan karna implementasi di lapangan itu sudah menyesuaikan dengan PP tapi di dalam regulasi kita belum berubah,” katanya.
Perubahan perda juga dilatarbelakangi oleh perubahan nomenklatur dari desa menjadi kalurahan sesuai Peraturan Gubernur DIY Nomor 25 Tahun 2019. Sebelumnya, pada Perda No.13/2019 masih menggunakan istilah desa sehingga pemerintah harus menyesuaikannya dengan Pergub tersebut.
Dalam perda baru ini partisipasi masyarakat akan diakomodir melalui musyawarah kalurahan. Maka dari itu, diharapkan pada musyawarah kalurahan ini masyarakat harus lebih proaktif dalam menyampaikan pendapatnya. Dengan adanya perda baru yang menjadi landasan dari proses pembentukan BUMKal ini dapat membantu menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat.
Comments