STARJOGJA.COM, JOGJA – Salah satu tradisi unik yang masih berjalan di kawasan Kotagede adalah tradisi Nawu Sendang Seliran. Tradisi Nawu Sendang Seliran merupakan tradisi membersihkan kolam yang berada di bekas lingkungan Kerajaan Mataram Awal di Kotagede.
Tradisi ini biasa digelar di Setia Minggu Wage, Bulan Rejeb, pada penanggalan jawa. Saat tiba hari itu, masyarakat secara berbondong-bondong merayakan tradisi ini. Sehingga pada saat memasuki bulan ramadan, kondisi sendang sudah dalam keadaan bersih. Biasanya tradisi Nawu Sendang Seliran dilakukan oleh para abdi dalem Keraton Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta di kompleks makam raja Mataram.
Tidak ada yang tahu pasti kapan tradisi ini dimulai, tetapi diyakini bahwa Nawu Sendang Seliran sudah ada sejak Kerajaan Mataram berdiri di Kotagede. Lokasi situs ini berada di tiga kampung, yaitu Kampung Jagalan, Wirokerten, dan Purbayan.
Pada awalnya, kegiatan ini hanya bersifat tradisi semata. Namun, dikarenakan tidak adanya orang yang melestarikan tradisi ini sempat hilang dan dilupakan oleh masyarakat. Memasuki tahun 2009, tradisi Nawu Sendang Selirang mulai dihidupkan lagi oleh sekelompok masyarakat di Kotagede. Bahkan sebagai upaya pelestarian dan menarik minat wisatawan, acara ini juga dikemas dengan konsep menarik sebagai hiburan pertunjukan.
Prosesi Nawu Sendang Seliran memiliki serangkaian acara pagelaran budaya yang berlangsung selama lima hari, terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut.
Pertama, diawali dengan tahap persiapan pembuatan ubo rampe (sesajen) di Komplek Abdi Dalem yang berada di Kompleks Pasarean Mataram. Terdapat dua bangunan di dalam Komplek Abdi Dalem yaitu Kompleks Abdi Dalem Mataram Yogyakarta dan Surakarta.
Di sini, ubo rampe sudah dipersiapkan dua hari sebelum pelaksanaan tradisi Nawu Sendang Seliran. Ubo rampe yang dibuat sedikitnya memiliki dua gunungan, yaitu gunungan kakung dan putri, replika Masjid Gede Mataram Kotagede, dan perlengkapan gayung untuk menguras sendang berupa siwur.
Kedua, ubo rampe yang sudah siap selanjutnya disimpan di Pendopo Ijo yang letaknya di sebelah barat Sendang Seliran. Keesokan harinya atau satu hari sebelum perayaan tradisi Nawu Sendang Seliran, tepatnya pada pukul sembilan pagi, seluruh peserta pawai dengan gunungan umbo rampe sudah siap di Kelurahan Jagalan.
Gunungan diarak oleh ratusan abdi dalem dari Kasultanan Yogyakarta dan Kasunan Surakarta. Gunungan yang berisi hasil bumi dan jajanan pasar nantinya akan diperebutkan oleh masyarakat untuk dimakan bersama-sama. Arak-arakan dimulai dari Balai Desa Jagalan menuju Masjid Besar Mataram Kotagede. Kirab budaya juga diikuti oleh para Bregodo (prajurit) yang membawa jodhang berisi miniatur Masjid Besar Mataram.
Ketiga, sesampainya di Masjid Besar Mataram Kotagede, kepala lurah menyerahkan siwur atau gayung secara simbolis kepada pimpinan abdi dalem juru kunci Pasarean Mataram Kotagede. Setelah penyerahan siwur secara simbolis, prosesi Nawu Sendang Seliran dimulai.
Di sendang, para abdi dalem mengambil air secara simbolik sebanyak tiga kali menggunakan siwur, kemudian dimasukkannya air tersebut ke dalam kendi dan dibawa kendi itu dengan jodhi yang dipikul. Tradisi Nawu Sendang Seliran juga merupakan gambaran bersatunya keraton dengan masyarakat serta manunggalnya ulama dan umaro atau pemimpin. Karena itu, banyak warga yang dilibatkan dalam acara ini sebagai prajurit.
Tradisi ini sempat menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat karena dianggap mengandung unsur kesyirikan, namun pihak abdi dalem dan penyelenggara menegaskan bahwa kegiatan ini hanya bersifat simbolis dan jauh dari unsur mistis dan magis. Meski begitu, tradisi Nawu Sendang Seliran menjadi salah satu pilihan destinasi wisata religi dan budaya di Yogyakarta yang patut untuk dikunjungi.
Sumber : Dinas Kebudayaan DIY
Comments