Tim yang terdiri dari Mauren (Hukum 2020), Iswan (Pariwisata 2021), Danu (Filsafat 2020), Juwita (Pariwisata 2020), dan Shafira (Pariwisata 2020) meneliti hal tersebut berawal dari komitmen pemerintah DIY dalam mengagendakan regenerative tourism untuk menyelesaikan persoalan pariwisata DIY selama ini.
Komitmen itu tergambar dalam peringatan World Tourism Day 2022 di Desa Ekowisata Pancoh yang secara khusus mengusung tema “Regenerative Tourism”. Regenerative tourism merupakan konsep pariwisata yang berupaya untuk merubah paradigma pariwisata dijalankan bukan hanya untuk tujuan ekonomi semata. Namun, pariwisata juga mengupayakan kesejahteraan destinasi lokal, lingkungan, serta masyarakat didalamnya.
Mauren mengatakan Kota Yogyakarta tidak dapat lepas dari hadirnya falsafah hamemayu hayuning bawana yang jika ditilik secara diakronik memiliki hubungan erat dengan sejarah pembangunan dan perkembangan Yogyakarta sejak dulu. Hamemayu Hayuning Bawana merupakan ekstensi dari konsep sustainable tourism yang seringkali digunakan dalam industri pariwisata dunia hingga saat ini.
“Hal ini ini didasari atas falsafah hamemayu hayuning bawana yang menjadi bukti kearifan lokal dalam memaknai hubungan antara manusia dengan alam semesta akan sangat cocok apabila diaplikasikan kepada kultur Indonesia. Kondisi ini mendasari keyakinan bahwa falsafah tersebut mampu diimplikasikan secara nyata sebagai solusi berbagai permasalahan yang terjadi dalam industri kepariwisataan di Yogyakarta,”paparnya dalam rilis yang dikirim Senin (9/10).
Mauren dan rekan-rekannya berupaya untuk mengkaji secara kritis nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah hamemayu hayuning bawana dengan menggunakan indikator regenerative tourism. Guna mendapatkan dan mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah hamemayu hayuning bawana, tim PKM UGM bekerjasama dengan berbagai stakeholder agar diperoleh data yang menyeluruh dan komprehensif.
Beberapa pemangku kepentingan diantaranya seperti Penghageng Kawedanan Nitya Budaya (Gusti Kanjeng Ratu Bendara); Pengageng Kawedanan Radya Kartiyasa (R.A Siti Amirul Nur Sundari); Penghageng Kawedanan Widya Budaya (KMT. Widyawinata); Penghageng Kawedanan Purayakara; dan Kawedanan Krida Mardawa. Selain itu, subjek penelitian ini juga melibatkan Kepala Dinas Pariwisata; Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY; Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) DIY.
Mereka juga berupaya mengkaji falsafah hamemayu hayuning bawana dalam sudut pandang pelaku pariwisata yang dilakukan dengan mengadakan wawancara secara mendalam bersama Bobby Ardyanto Setyo Aji, selaku ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI). Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pemaknaan para pelaku wisata di Yogyakarta atas nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah hamemayu hayuning bawana.
Proses pengambilan data ini dilaksanakan sejak bulan Juni hingga akhir bulan September 2023. Dengan semua data yang telah dikantongi oleh tim ini diharapkan mampu menjadi modal awal bagi perumusan strategi dan kebijakan regenerative bagi kepariwisataan di Yogyakarta yang mengacu pada falsafah Hamemayu Hayuning Bawana sebagai nilai lokalitas yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Comments