STARJOGJA.COM-JOGJA. Center for Tropical Medicine UGM menyoroti pentingnya memahami bahwa setiap individu memiliki respon yang berbeda terhadap Bullying Sekolah.
Ada sejumlah dampak perundungan (bullying) di sekolah serta kemungkinan masalah yang ditimbulkannya pada siswa.
Erin Ratna Kustanti, M.Psi, Psikolog Klinis dari Fakultas Psikologi UGM, menyoroti pentingnya memahami bahwa setiap individu memiliki respon yang berbeda terhadap perundungan.
“Reaksi terhadap perundungan dapat bervariasi tergantung pada karakteristik pribadi masing-masing individu. Hal ini dapat berdampak pada kesehatan mental, dan risiko kesehatan mental yang berhubungan dengan perundungan dari satu individu ke individu lain,” jelasnya.
Sementara itu, terdapat perbedaan signifikan antara perundungan dan konflik sederhana seperti tawuran, hal tersebut tidak dikatakan bullying, karena biasanya melibatkan pihak-pihak dengan kekuatan yang seimbang. Sedangkan, dalam perundungan, korban cenderung menjadi pihak yang sangat lemah.
“Sekarang, bentuk perundungan telah berkembang dengan adanya cyberbullying, di mana tindakan tersebut terjadi hanya sekali, tetapi efeknya dapat menyebar luas melalui internet. Ada berbagai cara dalam cyberbullying, seperti reposting pesan atau gambar yang merendahkan, menyebarkan informasi palsu, dan lainnya,” tambahnya.
Ketika perundungan terjadi di sekolah, sebagian besar kasus melibatkan sesi mediasi antara pelaku dan korban. Namun, tidak semua kasus terselesaikan dengan baik, dan ini bisa menyebabkan ketidakpuasan yang berlarut-larut. Banyak sekolah belum memiliki pendekatan yang efektif, mengakibatkan korban memilih untuk keluar dari sekolah.
Terdapat empat bentuk perundungan yang umum terlihat, yaitu perundungan fisik, verbal, sosial, dan cyberbullying. Perundungan fisik mencakup tindakan seperti memukul, menendang, dan menjambak. Perundungan verbal melibatkan cacian dan ejekan. Perundungan sosial melibatkan pengucilan seseorang dalam kelompok teman-teman mereka, sementara cyberbullying melibatkan ancaman dan pelecehan melalui teknologi.
Dampak psikologis yang ditimbulkan pada korban perundungan sangat beragam. Mereka dapat mengalami ketakutan, penurunan nafsu makan, gangguan tidur, depresi, dan bahkan perilaku merusak diri atau pemikiran bunuh diri. Selain itu, korban bisa berpotensi menjadi pelaku perundungan di masa depan karena adanya perasaan dendam.
Keluarga dengan pola pengasuhan disfungsional, orang tua yang kurang memahami kebutuhan anak-anak mereka, atau pola komunikasi yang buruk, dapat menjadi faktor risiko yang signifikan. Begitu juga dengan iklim di sekolah dan pengaruh teman sebaya yang pro terhadap perundungan,” ungkapnya.
“Saat ini informasi tentang parenting sudah mudah diakses melalui gadget, dan ada banyak program pendidikan parenting yang dapat diikuti oleh orang tua. Hal ini bertujuan untuk membantu keluarga dalam memahami dan menerapkan pola pengasuhan yang sehat,” pungkas Erin.
Penulis: Destiara Hasna
Comments