“Banyak infeksi yang bisa diobati dan perkembangannya karena antibiotik obat yang poten mulai banyak yang salah gunakan. Antibiotik ini untuk membunuh bakteri anti mikroba bisa membunuh jamur dan parasit dsb, tapi antibiotik itu yang bisa mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri,” katanya kepada Star 101,3 FM.
Astri mengatakan secara peraturan antibiotik hanya boleh dengan resep dokter dan tidak boleh sembarangan konsumsi. Sebab akan mempengaruhi kesehatan masyarakat.
“Resistensi antibiotik, bakteri yang bisa mati atau terhambat maka sudah tidak mempan lagi mematikan si bakteri. Tahun 1970-an ada penyakit yang dahulu dapat sembuh dengan antibiotik lets say amoxicillin tapi 40 tahun kemudian sudah tidak bisa lagi disembuhkan dengan amoxicillin karena bakteri yang dibunuh sudah resisten,” katanya.
Astri mengatakan resisten antibiotik penyebabnya bermacam macam mulai dari konsumsi berlebihan.
“Kalau yang dikonsumsi oleh manusia dulu poten atau efektif untuk bakteri misal antibiotik untuk malaria sekarang tidak lagi ada juga bakteri ispa atas juga sudah lagi poten dengan dulu poten. Mungkin dulunya berlebihan pada manusia atau paparan hewan yang dipelihara dibesarkan misal yang harusnya untuk manusia digunakan untuk ternak,” katanya.
Astri mengakui jika kesadaran mengenai resistensi munculnya ada di dekade terakhir ini. Sehingga mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.
“Kita baru sadar resistensi adalah silent pandemic dan menyebabkan kematian yang cukup besar seperti di tahun 2019 diperkirakan 5 juta kematian secara langsung atau tidak langsung karena resistensi antibiotik,” katanya.
Ia mengingatkan masyarakat agar menggunakan resep dokter ketika mengkonsumsinya. Hal ini demi kebaikan kesehatan masyarakat agar tidak resisten terhadap penyakit yang diidapnya.
“Antibiotik ini obat keras dan harus dengan resep dokter. Ada strip obat ada lingkarn merah dan dengan huruf k itu berarti harus dengan resep dokter,” katanya.
Comments