STARJOGJA.COM, JOGJA – Masjid Gedhe Kauman jadi salah satu bangunan milik keraton yang menyimpan sejarah perjuangan dan budaya di Yogyakarta.
Selain berfungsi sebagai identitas Yogyakarta dalam menjadi kerajaan Islam, masjid ini juga pernah digunakan sebagai markas TNI dalam melawan agresi militer Belanda. Masjid ini sendiri juga berada dekat dengan bangunan keraton, tepatnya di sebelah barat Alun-Alun Utara.
Pada masa kepmimpinan awal Kesultanan Yogyakarta, masjid ini pernah berperan sebagai tempat dilakukannya penyelesaian masalah yang terkait dengan hukum Islam. Kemudian diikuti oleh kegiatan keagamaan yang lain seperti pertemuan para ulama, dakwah Islamiyah, hingga peringatan hari-hari besar.
Salah satu Abdi Dalem penghulu keraton yang pernah bertugas di Masjid Gedhe Kauman adalah Kiai Haji Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah. Pada saat itu, ia memiliki tugas utama untuk memberikan khotbah Jum’at, menjaga di wilayah serambi masjid, serta menjadi bagian dari Raad Agama Islam Hukum keraton.
Secara historis, Masjid Gedhe Kauman diinisiasi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono dan Kiai Fakih Ibrahim Diponingrat I di tahun 1773 Masehi atau 1187 Hijriah. Pembangunan pertama masjid ini ditandai dengan candra sengkala berbunyi “Gapura Trus Winayang Jalma”.
Memiliki gaya arsitektur yang diadaptasi dari Masjid Demak, bangunan suci ini dikerjakan oleh Kiai Wiryokusumo. Terdapat 48 pilar di dalam gedung dan 4 pilar utama dengan atap bersusun tiga (tajug lambang teplok). Secara filosofis, penggunaan tiga susunan tersebut memiliki arti iman, islam, dan ikhsan.
Ciri khas utama dari bangunan ini adalah terdapat mahkota berbuntuk bunga dibagian atapnya, biasa dikenal dengan mustaka. Penggunaan mustaka juga turut digunakan sebagai tanda bahwa masjidi ini milik Sultan.
Mustaka di atap masjid juga merupakan bentuk lain dari gada, daun kluwih, dan bunga gambir yang memiliki makna tersendiri. Gada berarti keesan Allah SWT, daun kluwih berarti manusia memiliki kelebihan setelah melewati tiga ilmu tasawuf, dan bunga gambir artinya keharuman yang menyebar.
Selama perjalanan berdirinya, Masjid Gedhe Kauman sempat beberapa kali melakukan perluasan hingga renovasi. Perluasan pertama dilakukan dengan membuat serambi berbentuk limasan dua tingkat karena faktor jamaah yang terus bertambah. Perluasan kedua dilakukan di tahun 1867 setelah gempa dengan membangun serambi dengan ukuran dua kali lipat dari semula.
Renovasi Masjid Gedhe Kauman baru pertama kali pada tahun 1917 dengan dibangun gardu penjaga. Kemudian, pada tahun 1933 dilakukan renovasi kembali untuk merombak atap masjid.
Sumber : Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat
Penulis : Rossa Deninta
Comments