JogjaKUNewsSejarah

Gamelan Keraton Sebagai Benda Pusaka Kerajaan

0
Gamelan Keraton

STARJOGJA.COM, JOGJA – Keraton Yogyakarta memang dikenal memiliki segelintir benda pusaka yang sakral, salah satunya adalah gamelan. Alat musik khas Jawa ini oleh masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah jarwa dhosok (akronim) dan tiga sedasa yang dalam bahasa Indonesia artinya tiga dan sepuluh. 

Penggunaan istilah tiga sedasa berangkat dari proses pembuatan gamelan yang salah satu elemennya menggunakan perpaduan dari tiga bagian temba dan sepuluh bagian timah. Perpaduan inilah yang kemudian menghasilkan perunggu. Pada perkembangannya sendiri, perunggu dianggap masyarakat sebagai bahan baku terbaik dalam membuat gamelan. 

Pada praktiknya, terdapat instrumen lain yang akan turut dimainkan dalam seperangkat permainan gamelan. Instrumen tersebut diantaranya adalah kendang, bonang, panerus, dan gambang. Selain itu ada instrumen khas lainnya seperti suling, saron, gong, kethuk, kempul, dan peking. 

Saat ini, Keraton Yogyakarta sendiri memiliki 21 gamelan yang terus digunakan dan dilestarikan. Ke 21 gamelan tersebut juga terdiri dari dua jenis yang berbeda yakni, Gangsa Pakurmatan dan Gangsa Ageng. 

Untuk memperjelas sejarah, penggunaan, dan tradisinya, berikut merupakan penjelasan lengkap mengenai gamelan Gangsa Pakurmatan dan Gangsa Ageng. 

Gangsa Pakurmatan 

Gangsa Pakurmatan merupakan jenis gamelan yang khusus dimainkan untuk mengiringi Hajad Dalem atau sebuah upacara adat yang dilaksanakan di dalam Keraton. Gangsa ini terdiri dari Kanjeng Kiai Guntur Laut, Kanjeng Kiai Kebo Ganggang, Kanjeng Kiai Guntur Madu, Kanjeng Kiai Nagawilaga, dan Gangsa Carabelen. 

Setiap jenis dari gamelan ini juga memiliki fungsi tersendiri, khususnya dalam mengiringi acara-acara tertentu di Keraton. 

Kanjeng Kiai Guntur Laut (Gangsa Monggang) biasanya hanya dimainkan pada upacara kenegaraan seperti Jumenengan atau upacara penobatan Sultan. Selain itu, gangsa ini juga kerap dimainkan bersama Kanjeng Kiai Kebo (Gamelan Khodok Ngorek) digunakan pada Keraton menggelar pernikahan kerajaan dan Garebeg. 

Kanjeng Kiai Sekati terdiri dari dua jenis lagi yakni, Kanjeng Kiai Gunturmadu dan Kanjeng Kiai Nagawilga.  Gamelan ini khusus dimainkan pada saat perayaan Sekaten. Sedangkan, Gangsa Carabelen dikhususkan untuk menyambut kedatangan tamu di keraton, mengiringi pelatihan prajurit putri saat baris-berbaris, dan Garebeg.  

Gangsa Ageng 

Gangsa Ageng ini menjadi jenis gamelan yang dikhususkan untuk dimainkan pada saat gelaran seni budaya di Keraton dan memiliki instrumen yang lebih lengkap dibandingkan Gangsa Pakurmatan. Berikut adalah penjelasan beberapa Gangsa Ageng yang dimiliki oleh Keraton : 

Kanjeng Kiai Surak merupakan gamelan yang berlaras slendro dan biasanya dimakan untuk mengiringi tradisi Ngabekten dan adu banteng melawan macam. Gamelan ini juga dulunya sempat dibawakan oleh Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengku Buwono I) saat masih berperang melawan VOC. 

Kanjeng Kiai Kancil Belik merupakan gamelan yang berlaras pelog, umumnya dimainkan untuk mengiringi kedangatangan beberapa tokoh seperti Sultan dalam tradisi Ngabekten dan Supitan Kanjeng Gusti Adipati Anom (Putra Mahkota). Tak hanya itu, gamelan yang dibawa dari Kasultanan Surakarta setelah perjanjian Giyanti ini juga biasa digunakan saat Krama Dalem (pernikahan Sultan). 

Kanjeng Kiai Marikangen menjadi gamelan hasil peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono III. Gamelan yang berlaras slendro ini dulunya dimainkan untuk mengiringi prajurit putri Langenkusuma menuju Alun-Alun untuk melakukan latihan perang. Namun, pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VI dan Sri Sultan Hamengku Buwono VII digunakan saat mengiringi tari Bedhaya, Wayang Wong, dan Wayang Kulit. 

Perpaduan suara khas antara denting yang lembut dengan dentum yang megah dari logam perunggu membuat gamelan menjadi alat musik yang selalu berhasil memberi warna pada setiap gelaran upacara, tradisi, hingga seni di Keraton. 

Saat ini, kehadiran Gamelan juga masih selalu rutin dirawat oleh Keraton. Setiap hari Jum’at, salah satu dari gamelan tersebut akan dibersihkan sekaligus diperiksa secara bergilir oleh Abdi Dalem Kanca Gendhing. Gamelan yang rusak nantinya akan diperbaiki, sedangkan gamelan yang sudah tidak dapat diperbaiki akan dilebur untuk dibuat menjadi baru. 

Sumber : Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat

Penulis : Rossa Deninta 

Jurnal Haji 2024 : Menkes Arab Saudi Menilai Layanan Kesehatan Haji 2024 Berjalan Sukses

Previous article

Rose Blackpink Resmi Gabung The Black Label

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in JogjaKU