JogjaKUKab SlemanNewsUniknya Jogja

Asal-usul Tradisi Unik Upacara Saparan Bekakak

0

STARJOGJA.COM,SLEMAN – Daerah Istimewa Yogyakarta menyimpan tradisi unik bernama Upacara saparan Bekakak. Diadakan setiap tahun di desa Ambarketawang, Gamping, Sleman, tradisi ini merupakan perwujudan penghormatan kepada Kyai dan Nyai Wirosuto, sepasang abdi dalem Sri Sultan atas pengabdian dan jasanya kepada Sri Sultan Hamengku Buwana I.

Sejarah upacara saparan bekakak bermula dari sebuah musibah yang menimpa Kyai dan Nyai Wirosuto. Keduanya merupakan pasangan suami istri yang juga merupakan abdi dalem Pangeran Mangkubumi, raja pertama Keraton Yogyakarta.

Sebagai raja baru, Sultan bermaksud mendirikan sebuah istana sebagai tempat kediaman. Sembari menunggu pembangunan selesai, pesanggrahan Ambar ketawang dipilih sebagai tempat tinggal untuk sementara waktu.

Tercatat, sejumlah abdi dalem sang raja yang bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I tersebut. Di antara sekian banyak abdi dalem, Kyai dan Nyai Wirosuto merupakan yang paling rajin dan setia.

Selain itu, keduanya juga merupakan abdi dalem penongsong. Tugasnya, memayungi dengan payung kebesaran keraton kemanapun sang sultan pergi.

Ketika Keraton Yogyakarta akhirnya selesai dibangun, raja yang mulai memegang tampuk kekuasaan pada 1755 ini memutuskan tinggal di istana barunya. Sementara, pasangan Kyai dan Nyai Wirosuto memutuskan tetap tinggal di pesanggrahan untuk merawat tempat peristirahatan raja mereka.

Permintaan ini pun dengan bijak dikabulkan oleh Sri Sultan. Beberapa waktu berlalu, tanpa diduga sebelumnya, tepat pada Jumat Kliwon di bulan Sapar, Gunung Gamping yang berada dekat dengan pesanggrahan tiba-tiba runtuh.

Banyak warga yang menjadi korban tertimbun longsoran batu kapur, tak terkecuali pasangan Kyai dan Nyai Wirosuto. Semenjak kejadian tersebut, Ambarketawang selalu terkena musibah di bulan Sapar.

Akibatnya, banyak korban berjatuhan. Mendengar keresahan warganya, Sri Sultan Hamengkubuwono I pun bertapa di Gunung Gamping.

Kemudian, beliau mendapatkan wisik dari penunggu Gunung Gamping. Dalam wisik teresebut, sang penunggu meminta sultan mengorbankan sepasang pengantin setiap tahunnya sebagai ganti atas batu kapur yang selalu digali di tempat tersebut oleh masyarakat sekitar.

Sultan lantas memerintahkan membuat sesaji sebagaimana yang diminta. Alih-alih mengorbankan pengantin sungguhan, sultan memerintahkan untuk menggantinya dengan boneka berwujud pengantin. Boneka ini dibuat dari tepung ketan berisi sirup gula merah.

Siapa sangka, tipuan ini ternyata berhasil. Sejak saat itulah ritual Saparan Bekakak rutin diselenggarakan setiap tahunnya di Desa Ambarketawang.

Masyarakat percaya upacara ini akan menghindarkan dari musibah dan gangguan dari roh jahat. Pelaksanaan upacara saparan bekakak terbagi dalam beberapa tahap.

Dalam upacara ini, boneka pengantin dirias dengan gaya Solo dan Yogyakarta. Keduanya dibuat dua hari sebelum prosesi dimulai. Iringan gejog lesung yang mendendangkan tembang pernikahan ikut meramaikan tahapan ini.

Lebih dari sekadar tradisi, Upacara Bekakak juga merupakan permohonan kepada arwah leluhur untuk memberikan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan bagi masyarakat. Pelaksanaan upacara ini sekaligus menjadi upaya untuk melestarikan tradisi budaya dan menarik wisatawan ke Yogyakarta.

Bekakak dalam bahasa Jawa berarti korban penyembelihan. Pada upacara ini dilambangkan dengan boneka pengantin yang duduk bersila. Upacara ini seringkali juga disebut Saparan, karena pelaksanaan upacara ini harus berkaitan atau tepat pada bulan safar, yaitu bulan kedua dalam penanggalan jawa. Pelaksanaan Upacara ini adalah setiap hari jumat dalam bulan safar, antara tanggal 10 sampai 20 yang memiliki beberapa tahap : 

  1. Midodareni Bekakak

Dilaksanakan pada malam kamis sekitar,  pukul 20.00 WIB, dua buah jali berisi boneka pengantin Bekakak dan sesaji diarak ke balai desa Ambarketawang diiringi sepasang boneka genderuwo dan wewe. Kemudian diserahkan kepada Kepala desa Ambarketawang. 

  1. Kirab Pengantin Bekakak 

Tahap ini merupakan kegiatan arak-arakan yang membawa jali pengantin bekakak ke tempat penyembelihan, yaitu Gunung Ambarketawang dan Gunung Kliling.

  1. Nyembelih Pengantin Bekakak

Sesampainya jali di Gunung Ambarketawang, ulama akan membacakan doa sebelum boneka pengantin bekakak dipotong dan dibagikan kepada pengunjung. Upacara serupa kemudian diulang di Gunung Kliling. 

  1. Sugengan Ageng

Tahapan ini dipimpin oleh Ki Juru Permana, kegiatan ini bertujuan untuk menyambut arwah leluhur Kyai dan Nyai Wirosuto dan memohon keselamatan serta tolak bala.

Upacara Bekakak merupakan salah satu contoh tradisi unik yang masih lestari di Yogyakarta. Tradisi ini tidak hanya memiliki nilai budaya yang tinggi, tetapi juga menjadi daya tarik wisata yang menarik bagi wisatawan.

Penulis : Indah Marina

10 Negara Paling Banyak Dikunjungi di Dunia

Previous article

Mengenal Istilah Fansite dalam Dunia K-Pop

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in JogjaKU