Flash InfoJogjaKUNewsUniknya Jogja

Sangga Buwana, Kuliner Akulturasi Jawa dan Eropa

0
sangga buwana akulturasi

STARJOGJA.COM. KULINER – Yogyakarta memiliki banyak makanan khas yang menyimpan cerita menarik.Salah satunya Sangga Buwana. Makanan ini lahir sebagai bentuk akulturasi bidang kuliner antara Jawa dengan Eropa, dan disebut juga sebagai makanan Priayi Keraton Jogja.

Sebagai wujud akulturasi budaya di bidang kuliner, Sangga Buwana terdiri dari tiga susunan bahan utama yaitu soes, ragout, dan saus mustard Jawa 

Sangga Buwana, perpaduan antara masakan Eropa dengan acar sebagai garnishnya. Acar sendiri banyak dikenal di masyarakat oriental maupun kita di Jawa. Kemudian penyajiannya, Sangga Buwana ada soes yang diisi ragout, kemudian ada dressingnya. Kalau biasa orang Eropa, dressingnya itu mayones, mustard, dan lain sebagainya. Kemudian ada pula perpaduan mustard dengan kuning telur,” terang Toyo. Direktur Utama Bale Raos.

Dressing Sangga Buwana merupakan kreasi saus mustard Jawa, berbahan dasar mentega dan kuning telur rebus yang telah dihancurkan. Kemudian ditambahkan mustard, gula, dan garam yang diaduk rata. Selanjutnya ditambahkan susu yang diaduk dengan kekentalan yang diinginkan dan terakhir diberi perasan jeruk nipis. Semua bahan kemudian disusun menjadi satu, mulai dari soes yang diisi ragout lalu disiram dengan saus mustard Jawa di atasnya.

Sangga Buwana juga memiliki makna dibalik namanya. Dalam bahasa Jawa, Sangga berarti menyangga, sementara Buwana adalah dunia. Dengan demikian, secara umum, nama Sangga Buwana bermakna penyangga kehidupan. Sangga Buwana, Kuliner Akulturasi Jawa dan Eropa

Sejarah Sangga Buwana

Songgo buwono merupakan makanan pembuka yang lahir di Keraton Jogja. Sultan Hamengkubuwono VIII-lah yang menginisiasi pembuatan songgo buwono. Oleh karena itu, songgo buwono juga disebut sebagai makanan priayi.

Songgo buwono juga menjadi petunjuk keadaan politik di Jogja pada masa lalu. Saat itu, kondisi kesultanan di Jogja banyak dipengaruhi oleh keberadaan Belanda, Oleh karenanya, kuliner yang biasa disajikan pun bernuansa western atau cenderung kebarat-baratan.

Sebagai kuliner hasil akulturasi, songgo buwono memadukan berbagai gaya hidangan dari sejumlah negara. Misalnya, kue sus sendiri berasal dari Belanda, saus mayones dari Perancis, dan acar ala Tiongkok juga hadir sebagai pelengkap songgo buwono.

Eksistensi Sangga Buwana di masyarakat sangat populer di era 50-an, 60-an bahkan sampai 70-an. Namun dengan perkembangan zaman yang ada, kuliner tersebut sempat mengalami penurunan kepopuleran di tahun 80-an 90-an. Pada akhir tahun 90-an dan tahun 2000 ini lah Sangga Buwana baru mulai banyak dikenal lagi, biasanya di masa-masa bulan Ramadan.

Dari segi perjalanan Sangga Buwana yang tadinya hanya di kalangan Keraton, priayi, namun kemudian atas keterbukaan dari Keraton Yogyakarta, sampai saat ini juga, itu bisa dinikmati masyarakat. Jadi Songgo Buwono itu, satu, dihidangkan dulu itu sebagai simbol prestise.

Sangga Buwana pun kini telah menjadi salah satu kuliner yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya TakBenda (WBTB). Sangga Buwana, Kuliner Akulturasi Jawa dan Eropa

Mengapa menjadi salah satu warisan budaya tak benda, itu juga bukan hanya masalah bentuk makanannya. Tetapi bagaimana makanan itu, di era, di masa-masanya itu, menjadi suatu penanda dan sebagainya. Supaya Sangga Buwana bisa lestari, ya harus hidup di masyarakat. Inilah bentuk keterbukaan Keraton Yogyakarta, bagaimana kuliner itu hidup di masyarakat yang bisa dinikmati, dibuat, dikembangkan, dan menjadi komoditi ekonomi khususnya industri rumahan,,” pungkas Toyo Direktur Utama Bale Raos.

WHO: Mpox Bukan COVID Baru

Previous article

Ini Waktu Yang Tepat Buat Ngopi

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Flash Info