STARJOGJA.COM,JOGJA – Kesadaran Responsif Gender Harus Terus Dikampanyekan. Fasilitas publik DIY sebagian besar telah dibangun dengan konsep responsif gender. Adanya Beragam fasilitas itu dinilai sangat memperhatikan kelompok rentan seperti kebutuhan perempuan, anak, lansia dan penyandang disabilitas. Oleh karena itu masyarakat khususnya generasi muda harus terus meningkatkan kesadaran responsif gender.
Anggota DPRD DIY Umaruddin Masdar mengatakan DIY sudah memiliki Perda No.4/2023 tentang pengarusutamaan gender, di mana pada beberapa pasal diatur terkait kebijakan seperti fasilitas publik responsif gender. Hal ini harus dilakukan karena keadilan dan kesetaraan gendera di era saat ini merupakan tuntutan zaman yang tidak bisa dielakkan.
Umar menilai saat ini di DIY fasilitas publik sudah banyak responsif gender sejalan dengan indeks pembangunan gender (IPG) terbaik nasional. Hal ini tidak lepas dari banyaknya perempuan maupun tokoh perempuan yang terlibat langsung dalam menentukan kebijakan.
“Kalau IPG-nya saja tergolong tinggi tentu dari fasilitas saya kira rata-rata sudah responsif gender, karena setiap kebijakan itu selalu melibatkan gender. Bisa kita lihat seperti mal, stasiun, gedung-gedung dinas itu sudah tersedia fasilitas laktasi,” ucapnya.
Sementara itu, Peneliti Kelompok Studi Gender & Pembangunan Advisory Board SDGs Forum-SDGs Seminar Series seksligsu Dosen Geografi UGM Surani Hasanati mengakui memang dari berbagai hal terkait responsif gender DIY termasuk terbaik dibandingkan daerah lain.
“Meski demikian hal itu harus terus ditingkatkan, mengingat tantangan semakin besar seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk perempuan,” katanya.
Ada sejumlah alasan ruang publik harus responsif gender di antaranya mencegah kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan. Prinsipnya berbagai fasilitas publik tersebut harus memberikan rasa aman dan nyaman bagi perempuan.
“Responsif gender ini bisa diartikan secara luas, kalau perempuan ya bagaimana berada di ruang publik selalu mendapatkan rasa aman, baik di transportasi seperti KRL dan lain. Tetapi dalam arti luas, responsif gender ini bisa nanti mengarah ke lansia, anak-anak hingga penyandang disabilitas,” ujarnya.
Pemahaman responsif gender yaitu agar masyarakat bisa mendapatkan haknya seperti perempuan, anak, lansia dan penyandang disabilitas. Karena hampir sebagian besar aktivitas masyarakat baik kegiatan ekonomi, bisnis, ibadah, sosial berada di ruang publik, jika fasilitasnya tidak responsif gender maka akan menghambat sejumlah pencapaian.
Ia menilai kebijakan responsif gender tidak sepenuhnya dipengaruhi jenis kelamin laki atau perempuan dari pihak yang terlibat dalam proses penyusunan. Karena seorang pemimpin perempuan belum tentu kebijakannya selalu responsif gender, sebaliknya pemimpin laki-laki tak selalu anti terhadap gender. Selain itu maksud setara bukan secara fisik sama melainkan lebih pada kesesuaian dengan porsi kebutuhan.
“Misal fasiltas publik tempat menonton pertandingan, itu satu blok tangga kan sama semua, tetapi ketika menonton dan berdiri semua belum tentu yang perempuan selalu bisa melihat. Fasilitas itu setara tetapi belum sesuai porsi, kebutuhan, konsep setara belum final. Oleh karena itu butuh kesadaran bersama bagi orang di sekitar tentang responsif gender ini,” katanya.
Umarudin Masdar sepakat bahwa responsif gender ini tidak semata-mata keterwakilan perempuan dan fasilitas fisik yang dibikin setara namun juga pentingnya kesadaran seluruh masyarakat. Ketika semua sudah memiliki kesadaran yang baik maka laki-laki sekalipun ketika menjadi pemimpin maka akan membuat kebijakan yang responsif gender.
“Maka paling penting kita harus terus menerus mengkampanyekan pentingnya membangun kesadaran untuk responsif gender, menurut kami menjadi kunci. Untuk semua generasi, termasuk kalangan orang tua juga harus menjadi sasaran kampanye responsif gender,” katanya
Comments