STARJOGJA.COM,JOGJA – Marriage Is Scary jadi tren di media sosial. Tren ini membuat pasangan yang sudah masuk usia nikah menjadi takut untuk menikah.
Amin Nurohmah dari Pusat Studi Gender Universitas Islam Indonesia (UII) mengatakan gerakan Marriage Is Scary yang menjadi tren sudah berdampak. Berdasarkan data nasional sejak tiga tahun terakhir, terjadi penurunan angka pernikahan. Bahkan pada tahun 2023 angka pernikahan secara nasional kurang dari 2 jutaan.
Kondisi itu terjadi di hampir semua wilayah Indonesia, terutama di kota-kota besar yang memiliki akses internet, utamanya media sosial.Menurutnya, banyak aspek yang mempengaruhi sehingga hastag Marriage Is Scary itu muncul. Bisa dari individu maupun lingkungan yang menjadi pertimbangan seseorang memutuskan untuk mengurangkan menikah.
“Dari individu mungkin ia pernah trauma di keluarga, dari lingkungan karena sering mengakses media sosial dan di media sosial ada gerakan Marriage Is Scary jadi mempengaruhi. Ditambah lagi masifnya pemberitaan orang-orang tersohor yang cerai, kemudian kasus-kasus KDRT yang muncul ke publik,” katanya dalam talkshow Harmoni keluarga Star FM.
Sebenarnya, tren Marriage Is Scary secara global juga sudah terjadi, misalnya di Jepang, Bahkan di Jepang orang yang hamil dan melahirkan akan mendapatkan uang secara cuma-cuma untuk menjaga generasi mendatang.
Kondisi yang sama juga menjadi perhatian di Indonesia. Ia mengungkapkan jika tren takut menikah terus menerus dikampanyekan dikhawatirkan berdampak serius bagi kelangsungan generasi yang akan datang.
Menurutnya kekhawatiran untuk menikah emang wajar, karena menikah itu untuk jangka panjang, sampai seumur hidup dan bukan untuk sehari sampai dua hari. namun kekhawatiran itu tidak lantas membuat takut berlebihan, terutama setelah mendapat informasi yang berseliweran di media sosial.
“Kalau sudah siap menikah dari sisi usia, mental, finansial kenapa tidak untuk menikah,” ujarnya.
Amin menyarankan kepada para remaja yang akan menikah untuk mempersiapkan diri segala sesuatunya sebelum melanjutkan ke pernikahan. Selain siap mental, finansial, juga harus dipersiapkan adalah ilmu tentang keluarga dan juga membangun komunikasi setelah berkeluarga.
“Sebelum menikah ni jangan hanya banyak komunikasi yang basa basi, misalnya udah makan atau belum, lagi apa, dimana?. Tapi bagaimana membicarakan pasca nikah, misalnya pembagian peran pengasuhan anak, diskusi soal keuangan keluarga, sampai ke pendidikan anak,” sarannya.
Kepala Balai Perlindungan Perempuan dan Anak DIY Beni Kusambodo mengatakan selama ini kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang ditanganinya sebagian besar latar belakangnya karena persoalan ekonomi. karena itu penting bagi pasangan remaja yang akan melangsungkan pernikahan untuk mempersiapkan diri secara mental, fisik, dan juga ekonomi.
Untuk meminimalisir kasus-kasus negatif dalam pernikahan, pihaknya sudah membuka berbagai layanan, salah satunya Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang ada di tingkat provinsi sampai kabupaten kota. Layanan tersebut terbuka untuk konsultasi bagi remaja pranikah, maupun pasangan yang sudah menikah.
“Lewat Puspaga ini kami berikan edukasi bahwa pernikahan bukan sesuatu menakutkan tapi perlu dipersiapkan, dari sisi kesiapan mental finansial dan fisik,” katanya.
Talkshow Harmoni Keluarga dipersembahkan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY.
Comments