STARJOGJA.COM,JOGJA – Dalam rangka peningkatan aktivitas pengendalian inflasi di DIY, diperlukan adanya sinergi antar perangkat daerah, anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan di masyarakat.
Untuk itu, TPID DIY menyelenggarakan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) guna menindaklanjuti arahan presiden dalam Rakornas di level daerah. Rakorda TPID DIY kali ini mengusung tema “Evaluasi Kebijakan Pengendalian Inflasi untuk Mendukung Stabilitas Harga dan Pasokan”
Asisten Sekda DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana melaporkan, berdasarkan rilis BPS, DIY mencatatkan deflasi sebesar 0,10% (month-to-month/mtm) pada bulan September 2024. Realisasi tersebut lebih rendah, dibandingkan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,05% (mtm), sehingga inflasi kumulatif DIY mencapai 0,48% (year-to-date/ ytd).
Dalam rangka memenuhi rentang sasaran 2,5% +/- 1%, TPID DIY menghadapi berbagai tantangan antara lain dinamika kondisi pasokan dan permintaan akibat pengaruh musiman maupun struktural, nilai tambah komoditas yang terbatas seiring belum optimalnya hilirisasi, serta peranan offtaker lokal yang belum optimal.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Ibrahim menyatakan deflasi yang terjadi di DIY dipicu harga komoditas yang mulai menunjukkan normalisasi.
“Hal ini salah satunya diindikasikan dengan penurunan harga komoditas pangan, khususnya beras, cabai dan bawang, namun masih berada di atas Harga Pokok Produksi (HPP) dan lebih tinggi dari harga terendahnya dalam lima tahun terakhir sehingga margin keuntungan bagi produsen masih relatif terjaga,” jelasnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal Kemenko Perekonomian Adriansyah mengatakan Penguatan produktivitas pangan dalam mengatasi anomali cuaca dengan mengimplementasikan teknologi melalui intensifikasi, akselerasi ekstensifikasi lahan pertanian melalui urban farming dan optimalisasi pemanfaatan lahan tidur, serta penguatan ekosistem pangan yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Secara umum, Adriansyah menyimpulkan terdapat beberapa hal yang berpotensi mempengaruhi kondisi inflasi DIY ke depan antara lain, pengembangan inovasi teknologi pertanian yang masih terbatas, kondisi iklim La Nina di akhir tahun yang berpotensi memberikan dampak terhadap produksi pangan, aliran pasokan komoditas pangan ke luar DIY yang relatif besar.
” Selain itu, perlunya dorongan hilirisasi pangan untuk menjaga stabilitas harga, meningkatkan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja. Sementara itu, kondisi permintaan dan daya beli di DIY masih relatif terjaga tercermin dari indeks penjualan makanan dan minuman yang meningkat, didukung kepercayaan konsumen yang masih optimis,” paparnya.
Sebagai respon terhadap kondisi tersebut, terdapat beberapa strategi dalam arahan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku.Buwono yang diwakili Sekda DIY Beny Suharsono yaitu melakukan komunikasi secara intensif dengan petani, pedagang dan pelaku usaha serta masyarakat untuk mengelola ekspektasi, baik dari sisi kepastian produksi, distribusi hingga pola konsumsi.
Kemudian mendorong optimalisasi peran off-taker lokal termasuk menciptakan kemitraan dengan industri, memprioritaskan penggunaan belanja pemerintah daerah untuk antisipasi dampak inflasi pada perekonomian, penguatan sinergi dalam upaya intervensi pasar dan inovasi daerah untuk mendukung peningkatan produktivitas pertanian, dan optimalisasi lahan tidur atau tanah kas desa dalam rangka memperkuat produksi pertanian.
Comments