STARJOGJA.COM,JOGJA. Kasus Stunting tidak terjadi secara tiba-tiba, tapi merupakan proses yang panjang. Stunting adalah kondisi gangguan pertumbuhan pada anak yang disebabkan oleh ketidakcukupan pemenuhan nutrisi. Kasus stunting ini dapat dimulai sejak janin masih berada di dalam kandungan hingga berlanjut setelah bayi lahir.
Dr. Mustikaningtyas, S.Psi., MPH, Ketua Tim Kerja Ketahanan Keluarga dan Pencegahan Stunting menjelaskan stunting dapat menghambat perkembangan otak pada balita, yang dimulai sejak dalam kandungan, kemudian mencapai 25 persen saat baru dilahirkan, lalu mencapai 70 persen pada usia satu sampai tiga tahun, serta mencapai 92 persen pada usia tiga hingga lima tahun.
“Tinggi badan kan casing-nya, casing adanya di luar, tapi yang kita jaga adalah proses selama menuju stunting, sehingga otaknya berada dalam pembentukan yang maksimal,” jelas Mustika.
Mustika lebih lanjut menyebutkan upaya pengentasan stunting tidak akan efektif jika hanya menyasar pada anak stunting, maka balita yang berada dalam kategori waisting atau berat badan kurang juga perlu diperhatikan.
Hal tersebut, dikarenakan pertumbuhan otaknya tidak dapat tumbuh dengan maksimal jika penanganan hanya dilakukan ketika balita telah dinyatakan stunting.
Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Daerah Istimewa Yogyakarta mengajak semua pemangku kepentingan untuk berperan aktif dalam upaya percepatan penurunan stunting yang secara konsisten dilakukan melalui intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif.
Perlu diketahui, daerah di DIY yang masih memiliki rasio prevalensi stunting tinggi yakni Kabupaten Gunung Kidul sebesar 22,2 persen, Kulon Progo 21,2 persen, dan Bantul 20,5 persen.
Mustika juga menyebut upaya percepatan penurunan stunting secara konsisten dilakukan melalui intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Intervensi gizi spesifik antara lain melalui kampanye konsumsi garam beryodium, ASI eksklusif, pemberian ASI sampai usia dua tahun dengan makanan pendamping ASI yang adekuat, dan imunisasi.
“Sementara itu, intervensi gizi sensitif antara lain melalui air bersih, sanitasi, akses layanan kesehatan dan KB, JKN, Jampersal, pendidikan pola asuh dan gizi masyarakat serta edukasi kesehatan, seksual dan gizi kepada masyarakat,” katanya.
Comments