Sejumlah warga di Dusun Munggangan, Desa Palihan, meminta penundaan pengukuran dan pendataan yang dilakukan tim pelaksana pembangunan bandara baru di Temon. Warga yang memang setuju adanya pembangunan bandara menilai belum adanya ijab kabul, serta kepastian relokasi dan harga tanah yang akan diganti pemerintah.
“Memang tadi petugas datang untuk mengukur, tetapi beberapa dari kami belum setuju untuk dilakukan pengukuran. Jadi tadi baru sebagian saja yang boleh diukur,” ujar Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Palihan Heru Supi Irianto, Jumat (27/11/2015).
Heru memaparkan, masyarakat pada intinya menginginkan tahapan yang lebih bijaksana. Ketika sosialisasi dilakukan, masyarakat sudah menyepakati adanya pembangunan bandara. Namun, kata Heru, yang perlu diketahui adalah saat pembangunan dimulai, warga akan kembali dari nol. Di mana seluruh tanah dan rumah tinggalnya akan dijadikan bandara demi kepentingan masyarakat umum.
Maka dari itu, warga berharap adanya kejelasan tentang nilai ganti rugi agar tidak merugikan. Heru mengungkapkan, kesepakatan yang ditulis sampai saat ini belum ada jawaban dan tindak lanjut yang jelas.
“Kami minta pengukuran tidak dilakukan dulu, sampai kami mengetahui relokasi di mana dan ada jaminan hukumnya,” jelas Heru.
Heru menuturkan, seperti yang disosialisasikan relokasi memang sudah ditentukan yakni menempati tanah kas Desa Palihan. Akan tetapi, separuh lebih dari tanah kas tersebut telah menjadi lokasi pembangunan bandara. Sedangkan, separuhnya lagi berencana menjadi lokasi baru bagi warga terdampak.
Lebih lanjut Heru menjelaskan, persoalan tanah kas desa masih dipermasalahkan. Selama ini tanah kas desa yang notabenenya adalah tanah bengkok merupakan salah satu sumber pendapatan bagi kesejahteraan pamong desa. Apabila tanah tersebut dijadikan lokasi relokasi, maka ke depan tentunya akan menjadi persoalan.
“Kalau dilihat dengan jumlah warga yang terdampak saat ini, tanah kas desa itu tidak cukup untuk menampung semua warga. Maka dari itu, kami ingin kejelasan dan kepastiannya,” ungkap Heru.
Sementara itu, salah satu petugas dari Satgas B melakukan dialog dengan sejumlah warga yang masih enggan tanahnya diukur maupun didata. Sujoko, salah satu petugas mengatakan, pihaknya akan memfasilitasi perwakilan warga yang ingin menyampaikan aspirasinya kepada panitia pelaksana pembangunan.
Menjawab pertanyaan dari warga terkait nilai ganti rugi, Joko mengatakan hal itu merupakan kewenangan tim appraisal. Joko menjelaskan, penilaian nantinya tetap akan memperhatikan sejumlah aspek, salah satunya faktor ekonomi.
Comments