STARJOGJA.COM, Bantul – Burung Garuda menjadi lambang dasar negara Bangsa Indonesia sejak negara ini berdiri. Namun makna, nilai, filosofi pemilihan burung Garuda itu belum diketahui banyak anak muda saat ini.
Nanang Rakhmat Hidayat atau akrab dipanggil Nanang Garuda tertarik untuk mencari tahu sejarah hingga mendokumentasikan bentuk lambang garuda di Yogyakarta.
” Tahun 2003 mulai pencarian diri soal Garuda, lalu mencari foto di desa, kampung, gang, kantor ada macem-macem bentuknya. Ada 150 foto berbeda spesies garuda,” katanya di kediamannya yang juga Museum Rumah Garuda Sewon, Bantul kepada Starjogja.com, Rabu (08/08/2018).
Baca juga : Tarian Pancasila Sakti, Kenalkan Nilai Pancasila Lewat Tari
Ia tidak puas dengan ilmu sejarah negara soal Garuda sebagai lambang negara ini. Ia pun mencari sendiri sejatinya, filosofis hingga ke ranah mitologi.
“Lambang ini muncul di berbagai kali tidak disertai pengenalan lambang ini diciptakan. Kenapa pilihannya garuda. Tak cari sejarah. Beberapa sumber tidak menemukan, secara mantap lalu saya rangkai,” katanya.
Menurutnya burung Garuda memiliki perbedaan dengan simbol lambang negara lain terutama Amerika Serikat. Sebab para perancangnya seperti Sultan Hamid II, Muhammad Yamin, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka melalui beberapa kali penolakan.
“Ini dipilih bukan kebetulan tapi dikaji betul perancangnya. Moh Yamin, Sultan Hamid II, Moh Natsir dll disertai oleh pakar semiotik dan pembuat lambang keturunan jerman penasehat kerajaan belanda Dirk Ruhl,” katanya.
Hasilnya lambang negara Indonesia yang awalnya tidak ada jambul di bagian kepala Garuda pada bagian akhirnya muncul. Ini membuat perbedaan lambang negara Indonesia dengan negara lainnya.
” Jenis elang masuk Rajawali. Dimana endemik Indonesia cirinya berjambul. Dirk Ruhl ini melihat rajawali Jawa dan pulau lainnya memiliki kesamaan jambul itu,” katanya.
Tiga hal Soal Garuda
Nanang mengaku setidaknya ada tiga hal ketika ia memaknai burung Garuda sebagai lambang negara. Pertama soal jiwa Garuda.
” Mitologi hindu Garuda sebagai karakter yang kuat dan kasih sayang ibunya. Atau ibu yang mengandung kita. Harapnnya manusia Indonesia tangguh kuat dan bakti kepada pertiwi,” katanya.
Kedua, Pancasila dengan lima sila yang ada menjadi piranti lunak yang pas bagi Garuda. Sehingga fisik yang kuat ditambah dengan software yang bagus menjadi kekuatan besar.
“Kedua kalo jiwa dalam tubuh kuat ketika diberi software Pancasila maka jadi kompatibel. Jadi Garuda dulu baru softtware Pancasila masuk. Makanya kita harus kenal Garuda dulu,” katanya.
Ketiga, Bhineka Tunggal Ika yang ada dalam pita Garuda akan menambah kekuatan lagi. Sebab, keberagaman di Indonesia ini harus tetap dijaga.
“Jiwa raga yang terbentuk dalam Garuda ditambahi sofware Pancasila akan menjaga Bhineka Tunggal Ika. Pita melambangkan bentuk struktur geografis kita bahasa, bangsa, suku, parpol,” katanya.
Sejak tahun 2003 hingga saat ini ia telah menyelam dalam lambang negara Indonesia. Berbagai aksi dilakukannya demi menyebarkan virus Garuda dan Pancasila menjaga Bhineka Tunggal Ika.
Setidaknya ada berbagai karya mulai dari membuat buku Mencari Telur Garuda tahun 2008, mendirikan Museum Rumah Garuda, kajian historis, diskusi, program acara sosialisasi lambang negara, wayang hingga mainan anak-anak.
“Ada ular tangga jadi ular elang. Ada kalimat sebab akibat. Misal rajin belajar jadi juara kelas itu elang lalu dia naik, kalo ularnya mencuri maka dia harus turun disitu ada kata-katanya akan dibenci teman, dijauhi, dimarahi dll,” katanya.
Ia pun juga merambah dunia wayang untuk menyampikan pesan tentang Indonesia, pancasila dan Garuda. Terbaru ia teangah menyiapkan wayang pulau.
“Wayang suluk lalu ada wayang pulau, ada media edukasi karambol, kamus lipat. Nanti ada monopoli bukan akeh akehan duit tapi cepet cepetan entek,” katanya.
Melihat nilai historis, filosofis Garuda ini ia berharap para generasi muda dapat mengambil ilmu dari lambang negara ini. Terlebih generasi muda Indonesia ini melanjutkan bangsa ini dan harus menjadi Burung Garuda bukan burung lainnya.
“Anak muda harus terbuka memaknai sejarah tidak hanya hapal tanggal peristiwa hapal nama, tapi belajar sejarah sangat penting untuk memetik hikmah. Jadi burung garuda bukan emprit atau tikus atau lainnya,” katanya.
Ia mengaku saat ini tengah mendapatkan undangan untuk menampilkan wayang pulau yang dibuatnya. Walaupun undangan menampilkan Pancasila tidak hanya dari luar negeri tapi juga dari dalam negeri dan berbagai kalangan.
“Desember besok kita ke Thailand, pentaskan wayang itu. Semuanya muaranya Pancasila, tapi besok ada perpaduan teknologi dengan wayang,” katanya. www.kitapancasila.com
Comments