STARJOGJA.COM, Sleman – Energi panas bumi memiliki potensi sebesar 70,000 MW tetapi masih minim pengembangan. Hal ini dikatakan Ketua Pusat Penelitian Panas Bumi Fakultas Teknik UGM Pri Utami.
Pri menjabarkan hal ini dalam workshop tentang “Integrated Resources Management in Asian Cities: the Urban Nexus” di kantor PBB di Bangkok, Thailand pada 14 – 16 November lalu. Ia diundang oleh Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia dan Pasifik (UN-ESCAP).
Pri memberikan paparan tentang seluk beluk energi panas bumi serta potensi, tantangan dan peluang pengembanganya di negara-negara Asia. Ia menyampaikan latar belakang geologi sumber daya energi panas bumi di kawasan Asia – Pasifik, manfaatnya dalam membangun kesejahteraan manusia serta keramahannya terhadap lingkungan.
Baca Juga : Jerman catatkan rekor energi hijau
“Potensi panas bumi sebesar 70,000 MW tetapi masih minim pengembangan, di masa depan justru dapat menjadi kunci bagi kesejahteraan berkelanjutan di kawasan ini,” katanya Kamis (22/11/2018).
Menurut Pri, pasokan energi panas bumi yang stabil dapat diandalkan sebagai penanggung beban dasar kebutuhan listrik. Panas bumi dapat dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan langsung selain pembangkitan listrik. Dirinya juga memberikan contoh-contoh kebijakan yang dilakukan pemerintah RI pengembangan panas bumi.
“RI menjadi produsen energi panas bumi terbesar ke dua di dunia setelah Amerika Serikat, dengan menghasilkan listrik sebesar 1,925 MWe dari 29,000 MW total potensi panas buminya,” katanya.
Sebagai seorang ahli geologi, kemajuan pengetahuan geologi merupakan kunci sukses menurunkan risiko pengembangan sumber daya panas bumi. Ia juga menunjukkan upaya UGM merangkul masyarakat dengan mendampingi masyarakat, menciptakan peluang aktivitas ekonomi berbasis panas bumi.
Berdasarkan perhitungan oleh International Geothermal Association, masa depan, harga listrik panas bumi akan menjadi jauh lebih rendah. Menurutnya sudah saatnya Indonesia menggenjot pemakaian energi bersih dan terbarukan termasuk panas bumi, dan secara bertahap melepaskan ketergantungan berat terhadap energi-energi fosil.
Dalam workshop tersebut juga melibatkan para pengambil kebijakan, birokrat, dan akademisi Asia dan para pengamat dari luar negara-negara Asia.
Comments