STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Kasus Demam Berdarah (DBD) di Sleman hingga 14 Februari 2019 sudah ada 122. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman dari jumlah tersebut, tidak ada yang meninggal dunia.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Sleman Novita Krisnaeni menjelaskan dari data kasus Demam Berdarah di Sleman tertinggi ada di Kecamatan Gamping dengan 28 kasus DBD, disusul Kecamatan Mlati dengan 18 kasus, Depok 16 kasus, Moyudan 15 kasus, Kalasan 14 kasus, Ngagglik 11 kasus, Berbah lima kasus, Prambanan empat kasus, Sleman tiga kasus, Pakem tiga kasus, Ngemplak dua kasus, Seyegan dua kasus dan Tempel satu kasus.
“Di Sleman, sejak 2006, memang ada siklus empat tahunan DBD yang perlu diwaspadai. Dan 2019 ini masuk tahun keempat,” katanya kepada HarianJogja Minggu 17 Februari 2019.
Baca Juga : Hingga Awal Februari , Ada 40 Kasus DBD di Jogja
Kasus Demam Berdarah yang ada sejak awal bulan lalu, membuat jajarannya bersama Tim Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) DBD Sleman rutin melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di wilayah Sleman.
“Kegiatan ini sebagai bagian dari memutus rantai perkembangan nyamuk Aedes aegypti, penular penyakit DBD. Untuk fogging, itu dilakukan jika suatu wilayah ada kasus dan terjadi perluasan kasus, maka upaya yang dilakukan adalah fogging,” ujar dia.
Selain itu, penggunaan ember sebagai pengganti bak penampung air di kamar mandi rumah juga menjadi salah satu alternatif yang bisa dilakukan.
“Sebab mengurasnya lebih mudah serta dilengkapi dengan tutup. Sehingga, nyamuk Aedes aegypti menjadi sulit berkembang biak,” ucap dia.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Dulzaini mengatakan PSN bisa dilakukan dengan gerakan tiga M plus, yaitu menguras, menutup, mengubur dan ditambah mendaur ulang.
“Kegiatan ini harus terus dilakukan apalagi pada puncak musim hujan Januari-Maret, agar tidak ada air menggenang, sebab air mengenang adalah tempat berkembang biak nyamuk,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga terus membentuk kelompok juru pemantau jentik (jumantik) di wilayah Sleman. “Untuk jumantik, kami lebih ke membangun karakter anak, baik dari sekolah maupun desa. Penting adanya edukasi untuk pemberantasan sarang nyamuk sejak dini,” ujar dia.
Comments