STARJOGJA.COM, Info – Peneliti Paleoantropologi FIB UGM Rusyad Adi Suriyanto, mengatakan kampus UGM menyimpan banyak fosil manusia purba yang di berasal dari Sangiran, Jawa tengah, Trinil, jawa Timur serta dari Flores, NTT. Namun saat dilakukan penggalian terhadap fosil tersebut ternyata ditemukan juga banyak fosil orangutan jawa.
“Kebanyakan primata awalnya berada di Jawa. Dulu orangutan di Jawa sangat melimpah,” kata Rusyad dalam simposium dan kongres primata Indonesia yang berlagsung di Kampus UGM, Rabu (18/9).
Dikatakan Rusyad, fosil ordo primatologi yang ditemukan di Indonesia termasuk yang paling banyak di dunia selain yang ada di Afrika. Ia memperkirakan lebih dari lima puluh persen fosil primata ini ditemukan di Indonesia.
Baca Juga : Karhutla, Aksi Peduli Orang Utan di Bunderan UGM
“Sekitar tiga puluh persennya tersimpan di kampus ini,” kata pakar manusia purba ini.
Dari hasil penelitiannya, sebaran paleoprimatologi di Indoensia sebagian besar di temukan di Sumatera barat dan daerah sebagian Sulawesi. Namun jumlah yang paling banyak berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur yakni daerah Sangiran, Trinil dan Kudus.
“Baru-baru ini kita temukan lagi sisa fosil orang utan yang berumur 7000 tahun,” katanya.
Menurutnya dari fosil primata di Jawa, selain jenis kera dan monyet, sepanjang pengetahuannya ia paling banyak menemukan fosil orang utan. Namun jumlah mereka hilang drastis. Menurutnya hilangnya populasi orangutan jawa ini menurutnya akibat perubahan ekologi dan aktivitas manusa.
“Apakah karena perubahan ekologi yang ekstrim atau peran manusia ikut memusnahkan orang utan yang ada di Jawa,” ujarnya.
Fosil orangutan yang ditemukan di sangiran saat ini sudah dikonservasi bahkan pihaknya juga menemukan fosil yang sama di daerah Tegal.
“Sementara memang belum kita publikasikan,” katanya.
Dia berpendapat meski saat ini kondisi hewan primata yang berada di Sumatera dan Kalimnatan yang terancam akibat konversi lahan dan deforestasi namun upaya konservasi paleoprimatologi bawah tanah juga perlu dilakukan untuk memperluas ruang pengetahuan soal hewan primata ini.
“Kita memiliki kekayaan di masa lalu karena memiliki situs dan fosil tersebut sehingga kita bisa mempelajari evolusi persebaran dan keberagaman primata,” katanya.
Ahli Biologi Konservasi dari Univeritas Indonesia (UI) Prof. Jatna Supriatna, M.Sc., Ph.D., mengatakan usaha konservasi primata di Indoensia tidak cukup hanya mengandalkan peran pemerintah sebab menurutnya tingkat deforestasi akibat pembukaan kebun kelapa sawit dan konservasi lahan menyebabkan berkurangnya jumlah habitat primata di Indoensia.
“Kebun kelapa sawit sekarang ini jumlahnya lebih dari 14 juta hektar, hampir 1,5 kali dari luas pulau Jawa,” katanya.
Dari penelitiannya, di pulau Kalimantan dan Sumatera sekitar 80 persen primata kehilangan habitatnya akibat pembukaan kebun kelapa sawit dan pembukaan pabrik pulp dan kertas. Sedangkan di Sulawesi sekitar 10-15 persen primata kehilangan habitatnya. Hal itu disebabkan adanya program penanaman jagung yang menyebabkan pembukaan lahan secara besar-besaran. Namun demikian ia mengapresiasi di Sulawesi tidak banyak kebun kelapa sawit. Setelah ia berkujung di beberapa daerah di Sulawesi dan berdialog dengan masyrakat sekitar, ia berkesimpulan bahwa masyarakat Bugis tidak suka pembukaan kebun kelapa sawit di tempatnya.
“Saya berkesimpulan budaya orang Bugis maunya jadi juragan, sehingga tida ada pebukaan kebun kelapa sawit di sana,” katanya.
Ia sempat menyinggung soal hilangnya lokasi habitat populasi primata, ia berpendapat diperlukannya penambahan lahan konservasi hewan primata melalui pengembangan ekowisata di lahan hutan konservasi. Menurutnya jumlah lokasi ekowisata primata di Indoensia masih minim.
“Bagaimana pun pemerintah perlu memberikan izin untuk ekowisata di daerah kawasan konservasi. Misalnya di Afrika, ekowisata untuk Gorila itu biayanya 150 dollar. Hanya dipakai area kecil saja melibatkan empat ekor Gorila,” katanya
Comments