STARJOGJA.COM, Info – Mengembuskan napas terakhir di Singapura pada usia 88 tahun, Rabu (27/11/219) pukul 1:05 waktu setempat, Ir Ciputra Chairman dan Founder Ciputra Group itu mewariskan api semangat yang membakar inspiraai begitu banyak pengusaha, wirausahawan, dan tokoh nasional Tanah Air lewat kesederhanaan filosofi hidupnya.
Semasa hidup, Ciputra tak bosan-bosan membagi inspirasi pengalaman hidupnya kepada khalayak. Tak jarang, kisah yang dituturkannya membekaskan kesan yang mendalam.
Misalnya saja, saat dia menguraikan filosofi ‘Telur Columbus’ di sela-sela peluncuran biografinya yang bertajuk The Passion of My Life sekira 2 tahun lalu, tepatnya di gedung Artpreneur Ciputra World, Rabu (29/11/2017).
Baca juga: Begawan Properti Ciputra Meninggal Dunia
Ada kejadian yang membetot perhatian di sela-sela seremoni peluncuran biografi Ciputra kala itu. Maestro pengembang Indonesia asal Parigi, Sulawesi Tengah itu mengajak Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri ‘main sulap’ di atas panggung.
“Untuk menandai peluncuran buku ini, saya ingin Ibu melakukan demonstrasi di sini,” celetuk pria yang akrab disapa Pak Ci itu kepada Mega, yang merupakan salah satu dari jajaran tamu undangan kehormatan di acara Founders Day Ciputra Group di auditorium Ciputra Artpreneur sore itu.
Berbalut kebaya biru muda cerah dan kain sarung warna senada, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu ditemani oleh Pak Ci dan anak-anaknya dalam memecahkan sebuah tantangan sederhana.
Tantangannya adalah bagaimana membuat sebutir telur rebus berdiri tegak di atas meja tanpa dipegangi sedikitpun. Sambil menyanggupi tantangan tersebut, putri kedua Presiden Pertama RI Soekarno itu sedikit curhat tentang kebiasaan makan di keluarganya.
“Anak-anak saya tidak suka makan telur. Jadi untuk membujuk mereka, saya suka [ber]pura-pura menjadi tukang sulap. Saya mengatakan kepada anak-anak, kalau saya bisa membuat telur ini berdiri tanpa dipegangi, mereka harus mau memakannya,” kenang Mega disambut tawa hadirin.
Lantas, dengan cekatan Mega menancapkan telur di atas meja yang telah disediakan, hingga membuatnya berdiri tanpa disangga. Aksi tersebut diikuti Pak Ci untuk menandai resminya peluncuran biografi setebal 600 halaman yang ditulis oleh Albethine Endah itu.
Jika diperhatikan dengan seksama, aksi tersebut bukan sekadar gimmick untuk menampilkan sesuatu yang berbeda dari sebuah acara peluncuran buku. Ada makna filosofis yang hendak disampaikan Pak Ci dibalik permainan yang disebut Telur Columbus itu.
‘Sulap’ sederhana itu konon pertama kali dilakukan oleh Christopher Columbus saat sedang menghadiri perjamuan makan malam di Spanyol dalam rangka pemberian anugerah penghargaan atas pencapaiannya menemukan ‘dunia baru’, yaitu Benua Amerika.
Di tengah perjamuan, tiba-tiba ada seseorang yang mencelanya dengan mengatakan bahwa menemukan benua baru bukanlah hal spektakuler, karena siapa saja bisa melakukannya. Merespons cercaan tersebut, Columbus menantang semua yang hadir di perjamuan itu untuk membuat sebuah telur beridi tegak tanpa dipegangi.
Setelah dicoba dan tidak ada yang berhasil, Columbus mengambil telurnya dan sedikit meretakkan bagian bawah telur itu lalu menaruhnya secara vertikal di atas meja. Semua orang terkejut, dan saat itulah dia berseru, “Ini adalah hal yang paling sederhana di dunia. Setiap orang bisa melakukannya dengan mudah, tetapi setelah ditunjukkan bagaimana caranya.”
Makna dibalik Telur Columbus itu merupakan refleksi dari apa yang sering dhadapi oleh Pak Ci semasa hidup. Dalam berkiprah, sebagian besar orang lebih mengenalnya sebagai taipan yang menggawangi imperium pengembang PT Pembangunan Jaya (1961), PT Metropolitan Development (1970), dan Ciputra Group (1981).
Banyak yang mengira Pak Ci adalah konglomerat yang kaya sejak lahir dan tidak pernah mengenal hidup susah. Itulah sebabnya, banyak orang berceloteh, “Yah, mudah saja bagi seorang Ciputra untuk mendirikan kerajaan bisnisnya dan menjadi filantrofis nomor satu di Indonesia.”
PERJALANAN TERJAL
Padahal, transformasi seorang Tjie Tjin Hoan menjadi pengusaha sukses bernama Ciputra dilalui dengan jalan terjal dan perjuangan yang luar biasa berat.
“Saya hanya memiliki tenaga yang digerakkan oleh cita-cita dan mimpi,” ujar ayah dari Rina, Junita, Cakra, dan Candra Ciputra itu.
Lahir dari keluarga sederhana di kota yang dikenal paling ndeso di Sulawesi Tengah, Ciputra mengaku tidak bisa meninggalkan luka batin yang dia alami selama masa kecilnya. Namun, luka itulah yang menjadi pembakar semangatnya untuk melawan keadaan.
“Ayah Pak Ci diculik polisi penjajah, sampai saat ini dia tidak tahu bagaimana nasib ayahnya. Di usia yang sangat muda, dia harus menghidupi keluarganya dengan bertelanjang kaki untuk berburu ke hutan atau membantu kawannya membeli kacang untuk mendapat uang saku tambahan,” jelas Alberthine Endah, penulis biografi resmi Ciputra.
Karena hidup di tengah kondisi serba keterbatasan, Pak Ci dan keluarganya kerap menelan hinaan dari orang lain. Namun, dia berhasil membuktikan diri sebagai pria yang bermartabat dengan berupaya menimba ilmu arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Saat masih menjadi mahasiswa, dia sudah berjuang mendirikan CV Daya Cipta yang sekarang menjadi PT Perentjana Djaja. Pada 1961, gebrakan besarnya dimulai dengan menggawangi PT Pembangunan Jaya.
Perusahaan itu pula yang menjadi ‘batu lompatannya’untuk melobi proyek pengembangan DKI Jakarta kepada Gubernur DKI saat itu, Soemarno Sosroatomdjo. Dia menawarkan konsep pembangunan daerah Ancol di Jakarta Utara menjadi pusat rekreasi rakyat.
Bersama Soemarno, Ciputra diundang langsung untuk bertemu Presiden Soekarno untuk membicarakan proyek, yang tampak mustahil untuk dilakukan pada saat itu. Apalagi, wilayah Ancol waktu itu masih berwujud rawa-rawa dan terkenal rawan kriminalitas.
“Saya ingat betul ayah saya, Bung Karno, sering mengajak saya makan sate madura di daerah Marunda. Setiap ke sana, kami selalu melewati daerah Ancol. Dan saat itu ayah saya berkata bahwa suatu saat Ancol tidak lagi menjadi sarang monyet, tetapi sebuah tempat rekreasi,” ujar Megawati.
Mega berkata ayahnya bercerita ada pengusaha bernama Ciputra yang berjanji akan merombak wajah Ancol. “Sejak saat itu akhirnya nama Ciputra melekat dalam memori saya dan saya terus mengikuti kisahnya, meskipun saya tidak tahu ternyata masa lalunya penuh penderitaan.”
Saat ini Taman Impian Jaya Ancol sudah tercetak sebagai salah satu ikon Jakarta. Generasi muda mungkin menganggapnya sebagai hal biasa, tetapi mereka tidak menyadari bahwa situs tersebut merupakan perwujudan janji dan mimpi besar dari Tjie Tjin Hoan Si Anak Parigi.
MENJADI INSPIRASI
Catatan hidup Pak Ci menjdi inspirasi banyak orang, termasuk mantan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardjojo. Baginya, suami Dian Sumeler itu adalah sosok yang visioner, punya mimpi besar, tekat kuat, pekerja keras, sederhana, berkomitmen tinggi, dan konsisten dalam menggapai mimpi.
“Ciputra adalah figur yang menjunjung tinggi standar profesionalisme. Bukan sekadar maestro properti dan pengembang, dia adalah wirausahawan sejati. Integritas dan kejujuran yang dimilikinya adalah karakter utama dari seorang pemimpin,” kata Agus.
Setelah hampir 4 dekade berkiprah, Ciputra Group telah merambah lebih dari 45 kota di Indonesia dan luar negeri dengan lebih dari 130 proyek mulai dari residensi, komersial, hotel, lapangan golf, dan lain sebagainya.
Hanya dengan berbekal modal Rp10 juta, Pak Ci berhasil membuktikan bahwa kapital yang kecil pun bisa dikembangkan menjadi sebuah korporasi raksasa PT Ciputra Development dengan total aset seniali Rp32 triliun jika dilakukan dengan determinasi tinggi. Hal yang tampak mudah, tetapi sulit dilakukan.
Presiden Direktur Ciputra Group Candra Ciputra mengatakan di usia perusahaannya yang sudah lebih dari 3 dekade, pihaknya tetap berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup para pemangku kepentingan dan memberi dampak yang berkelanjutan bagi Tanah Air.
“Oleh karena itu, visi [Pak Ci] yang terpelihara baik tersebut diangkat dalam selebrasi yang bisa diberi tema Sustainable Innovation.” Dia berharap semangat ayahnya bisa menjadi inspirasi generasi muda untuk memiliki semangat kewirausahaan.
“Nilai-nilai integritas, profesionalisme, dan semangat kewirausahaan inilah yang menjadi landasan Ciputra Group. Saya percaya dengan menjalani nilai-nilai ini secara konsisten, kesuksesan dapat diraih,” tegasnya.
Comments