STARJOGJA.COM, BANTUL – Biopori Jadi Satu Solusi Atasi Kekeringan di Bantul. Pemkab Bantul lewat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bantul menggalakkan program ribuan biopori di puluhan titik rawan kekeringan sebagai langkah memanen air hujan untuk menghadapi kemarau panjang tahun ini.
Diketahui, Tahun ini musim hujan diprediksi bakal lebih pendek ketimbang tahun sebelumnya. Hal itu menyusul musim hujan yang kali ini memang terlambat datang. Karena itulah
Kepala DLH Bantul, Ari Budi Nugroho mengatakan Bantul sebagai daerah hilir rawan tergenang banjir dan tanah longsor. Kegiatan konservasi sumber daya air seperti pemasangan biopori telah digalakkan sejak tahun lalu. Pasalnya jika di Kota Jogja, biopori kurang relevan, di daerah perdesaan, biopori dinilai masih relevan karena proses pembuatannya yang sederhana dan lebih natural. Biopori Atasi Kekeringan di Bantul
“Tahun lalu, kami sudah ada pengadaan 750 biopori yang tersebar di 90 titik dari 17 kecamatan. Beberapa titik memang merupakan daerah rawan kekeringan,” kata Ari, Rabu (15/1/2020).
Ari mengatakan titik-titik rawan kekeringan itu memang sejak tahun lalu dipersiapkan menampung sebanyak-banyaknya air hujan di bulan ini untuk menghadapi kemarau panjang 2020.
Salah satu titik rawan kekeringan adalah Kecamatan Pandak. Ari mengatakan para warga di Desa Caturharjo baru saja meluncurkan program 4.000 jugangan [biopori jumbo] untuk menampung 4.000 meter kubik air hujan.
Volume itu setara dengan 1.000 tangki air. Langkah ini dipersiapkan untuk menghemat biaya air tangki yang biasanya mereka beli ketika kemarau panjang. “Caturharjo itu meskipun mereka inisiatif sendiri, tidak ada support dana dari DLH Bantul, wilayah itu kami jadikan pilot project. Ketika berhasil, maka sistem itu bisa direplikasikan di titik rawan kekeringan,” kata Ari.
Ari menjelaskan sistem yang mereka jalankan itu nantinya juga akan diterapkan di wilayah-wilayah perbatasan Gunungkidul, misalnya Kecamatan Dlingo.
SUMBER : Harian Jogja.com
Comments