STARJOGJA.COM, Info – Ancaman gempa bumi megathrust di pesisir selatan menjadi perhatian serius BPBD DIY. Upaya antisipasi gempa bumi dahsyat yang berpotensi memunculkan tsunami telah dilaksanakan BPBD DIY dengan penanaman pohon cemara di beberapa titik serta pengecekan early warning system (EWS) alias sistem peringatan dini secara berkala.
Kepala Pelaksana BPBD DIY Biwara Yuswatana mengatakan pengurangan risiko bencana di kawasan pantai selatan DIY terhadap ancaman gempa megathrust yang berpotensi memunculkan tsunami sudah dilakukan oleh jawatannya sebelum masa pandemi Covid-19.
“Akan tetapi, karena ada pandemi Covid-19, akhirnya baru sebatas rencana aksi. Di dalam rencana aksi sudah terpetakan tanggung jawab masing-masing instansi ketika bencana gempa bumi disertai tsunami terjadi. Baik itu BNPB, BPBD DIY, dan BPBD Kabupaten terkait dengan mitigasi bencana di pantai selatan,” kata Biwara pada Selasa (8/6/2021).
Baca juga : EWS Deteksi Gempa UGM Siap Dipasang di Pesisir Pulau Jawa
Upaya antisipasi gempa bumi megathrust dan potensi tsunami sudah dilakukan oleh BPBD DIY sejak jauh hari. Di antaranya, penanaman pohon cemara di wilayah sebelah Bandara Yogyakarta International Airport (YIA). Pohon cemara ditanam bukan tanpa alasan. Tujuannya, untuk mengurangi energi dari tsunami apabila terjadi.
“Termasuk juga pembentukan Kalurahan Tangguh Bencana di sepanjang pesisir pantai selatan. Kita sudah melakukan action ya, simulasi juga sudah beberapa kali dilakukan di sejumlah kabupaten yang terdapat pesisir pantai selatannya ya,” kata Biwara.
Pemeriksaan early warning system yang terdapat di pesisir pantai Kulonprogo juga terus dilakukan oleh BPBD DIY. Upaya pemeriksaan setiap tanggal 26 di setiap bulannya dilakukan untuk menghindari terjadinya malfungsi dari early warning system.
“Kalau tsunami dan gempa itu kan BMKG punya alat di pantai selatan yang berfungsi sebagai pendeteksi tsunami maupun gempa. Nanti, hasilnya akan dikirimkan ke semua BPBD di pantai selatan.
“Kita juga sudah bekerjasama dengan BMKG untuk menggunakan frekuensi radio di BPBD DIY untuk menyampaikan informasi terkait dengan potensi tsunami maupun gempa. Nanti akan langsung dilaporkan ke BPBD Kabupaten maupun kota,” kata Biwara.
Early warning system di pesisir pantai Kulonprogo sendiri ada sebanyak dua buah. Yakni di Bandara YIA dan sebelah barat Bandara YIA. “Kita juga ada early warning system terkait dengan ancaman tsunami di Parangtritis dan Parangkusumo,” imbuh Biwara.
Ancaman Tsunami
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya meminta agar warga yang berada di pesisir pantai selatan di wilayah kabupaten Kulonprogo senantiasa menyiapkan manajemen mitigasi serta kontijensi ancaman bencana tsunami dan gempa bumi.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan upaya mitigasi tidak hanya dilakukan oleh warga. Akan tetapi, pemerintah kabupaten Kulonprogo melalui badan penanggulangan bencana daerah senantiasa meningkatkan kewaspadaan.
“Masyarakat pesisir perlu mengetahui betul risiko yang akan dihadapi di wilayah tersebut. Ancaman gempa bumi megathrust yang diprediksi memicu tsunami bisa saja terjadi tanpa bisa diprediksi,” ujar Dwikorita di sela-sela kegiatan Sekolah Lapang Geofisika yang dilaksanakan oleh Stasiun Geofisika Kelas I Sleman di Kantor Kalurahan Glagah, Kapanewon Temon, pada Selasa (16/3/2021).
Maka dari itu, kata Dwikorita, diperlukan manajemen, kontinjensi dan persiapan yang matang. Mumpung gempa bumi dan tsunami belum terjadi, maka masyarakat harus selalu berlatih bagaimana cara menghadapi bencana.
Imbauan dari BMKG tersebut bukan tanpa alasan. Bencana gempa bumi disertai tsunami diprediksi bakal melanda Kulonprogo. Setidaknya, air laut setinggi sembilan meter diprediksi bakal merendam kawasan pesisir Kulonprogo bila gempa bumi megathrust dengan kekuatan maksimal 8,8 magnitudo terjadi.
Tsunami, lanjut Dwikorita, bakal menyusul dengan jarak 26 menit pasca gempa yang diprediksi dengan kekuatan mencapai 8,8 magnitudo terjadi. Ketika gempa terjadi, sirine tsunami akan dibunyikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat empat menit kemudian.
“Warga masih memiliki waktu 22 menit untuk melakukan evakuasi sebelum tsunami melanda. Tentunya, menuju dataran yang lebih tinggi dan mudah diakses dari titik mana saja di wilayah pesisir. Tapi lebih ideal kalau separuh dari 22 menit itu masyarakat sudah dievakuasi semua dan dinyatakan aman,” kata mantan rektor UGM ini.
Lebih lanjut, peta bencana menjadi variabel penting dan mutlak dimiliki oleh pemerintah kabupaten Kulonprogo. Peta bencana, kata Dwikorita, disebut bakal memudahkan dalam penyusunan rencana mitigasi dan evakuasi ketika gempa bumi dan tsunami terjadi.
Sumber : harianjogja
Comments