STARJOGJA.COM, Kantor adalah rumah kedua bagi para pekerja/karyawan. Karena itu suasana kantor harus dibangun senyaman mungkin agar para penghuninya betah dan mampu menghasilkan karya besar.
Kehadiran pemimpin atau atasan yang mumpuni dan baik tentunya menjadi dambaan setiap pegawai. Sayangnya sosok pemimpin yang ideal itu masih agak langka di dunia nyata. Yang banyak adalah sosok bos yang lebih kental dengan semangat berkuasa dan cenderung memerintah dalam menggerakkan anak buah.
Ketika membahas toxic leadership berarti ini tentang sosok bos. Situs web kesehatan yang berkantor di San Fransisco, California, AS, Healthline Media, menyebutkan bahwa lingkungan kerja yang beracun, salah satunya (dominan) ditimbulkan oleh atasan yang berkuasa.
Lantas seperti apa bos “beracun” yang bisa mempengaruhi lingkungan kerja menjadi tidak sehat?
Sabotase
Bos tidak ingin anda bertumbuh kembang dalam karir yang bagus. Maka ia tidak akan memfasilitasi pegawai yang dianggap pesaing untuk memanjat tangga karirnya dengan memberi tantangan dan kesempatan.
Pakar Kecerdasan Emosi (EQ) Josua Iwan Wahyudi menyebut bos hanya ingin memanfaatkan dan menggunakan kinerja timnya untuk mengangkat dirinya sendiri naik ke puncak.
Mikroagresi
Yaitu perundungan terselubung dengan cara melempar kata-kata bernada curiga, menuduh, meremehkan atau menyiratkan sikap tidak bersahabat.
Manajemen mikro
Si bos memberi tugas, tapi tidak mempercayai kemampuan pegawainya sehingga ia melakukan intervensi di setiap tahap pekerjaan.
Kurangnya rasa hormat
Hal ini timbul karena merasa diri sebagai bos dan karyawan adalah bawahan, bukan mitra kerja yang dihargai atas kontribusi dalam ketercapaian target perusahaan.
Menyampaikan kritik yang tidak membangun
Kondisi ini terjadi karena disampaikan dengan cara dan bahasa yang menjatuhkan, bahkan kadang dilakukan di depan forum, sehingga mempermalukan karyawan.
Minim apreasiasi
Terjadi sebab bos berprinsip bahwa setiap pegawai harus bekerja maksimal untuk mencapai target tertentu. Itu merupakan tugas dan kewajibannya, dan mereka sudah digaji untuk itu, sehingga tidak perlu dipuji. Sebaliknya, bos hanya berfokus pada kesalahan yang terjadi.
Kepemimpinan yang ofensif
Kondisi tersebut dapat melukai banyak hati pegawai akibat perilaku bos yang belum memiliki kematangan emosi.
Menurut laporan MIT Sloan Management Review baru-baru ini, budaya di tempat kerja yang beracun, lebih dari 10 kali lipat menyebabkan karyawan berhenti dari pekerjaannya daripada persoalan gaji rendah.
Namun bila paparan toksisitas hanya berasal dari bos, bukan lingkungan kerja secara keseluruhan, sebetulnya karyawan masih mungkin bertahan.
Sumber : Antara
Baca juga : Sasmaka Dining & Cafe, Destinasi Baru Di Yogyakarta Berkonsep Al Fresco Tropical Garden
Comments