STARJOGJA.COM, TEKNO – Dua kasus turbulensi pesawat terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Pertama kasus pesawat Singapore Airlines dan dilanjut pesawat Qatar Airways mengalami nasib serupa.
Mengapa turbulensi semakin sering terjadi, dan haruskah kita khawatir saat naik pesawat terbang? Apa Penyebab Turbulensi?
Ilmuwan di National Science Foundation National Center for Atmospheric Research, Lary Cornman mengatakan turbulensi pada dasarnya adalah udara yang tidak stabil, yang bergerak dengan cara yang tidak dapat diprediksi. Kebanyakan orang mengasosiasikannya dengan badai kuat.
“Apa penyebabnya? Ada banyak faktor yang menjadi sumber turbulensi. Saat di dekat permukaan tanah, pemanasan menyebabkan udara naik dengan cepat dan saling bergesekan, dan menyebabkan turbulensi. Pada ketinggian yang lebih tinggi di mana sebagian besar pesawat terbang beroperasi, sumber utamanya adalah turbulensi udara jernih (clear air turbulence). Itu adalah akibat adanya aliran jet yang menyebabkan angin sangat kuat. Dan di ujung-ujung dari aliran jet terdapat gesekan besar. Gesekan inilah yang menyebabkan angin berubah menjadi pusaran,” jelasnya.
Mengingat turbulensi yang dialami pesawat terbang terjadi karena jet stream atau aliran udara yang kuat, pemanasan dan pergerakan udara yang cepat, serta tekanan udara, Larry Cornman mengatakan banyak kajian mengisyaratkan turbulensi erat kaitannya dengan perubahan iklim.
“Tetapi masih belum jelas apakah ini dampak perubahan iklim… ini baru hipotesa. Tampaknya memang masuk akal, tetapi belum ada bukti,” imbuhnya.
Pakar: Singapore Airlines Alami Vertical Wind Shear
Khusus dalam kasus turbulensi yang dialami Singapore Airlines 321 minggu lalu, pakar penerbangan Anita Mendiratta menilai penyebabnya adalah pergesekan angin secara vertikal (vertical wind shear).
“Zona yang dilintasi Singapore Airlines sedang mengalami musim badai. Saat itu ada badai petir, yang memang biasanya datang seiring tibanya musim hujan. Jadi pesawat itu didera gesekan angin (wind shear) yang membuat aliran udara berubah secara dramatis, baik secara vertikal maupun horizontal. Tapi dalam peristiwa yang menimpa Singapore Airlines, ia terkena gesekan angin vertikal, yang membuat pesawat turun 2.000 meter dalam waktu tiga menit saat pilot berupaya menstabilkannya,’ jelasnya.
“Pesawat dibuat supaya mampu menahan turbulensi apapun sehingga secara fisik, pesawat memang sangat kuat. Tetapi apa yang berada di dalam pesawat. Para penumpang dan awak, bagasi, peralatan makan dan lainnya – semuanya benda bergerak yang dapat rusak atau luka karena terlempar kesana-kemari,” imbuh Anita.
Jika ada perasaan khawatir untuk terbang karena dua peristiwa turbulensi ini, hal ini wajar adanya, kata Anita.
“Ini reaksi alamiah. Sama seperti jika kita mengalami kecelakaan mobil, kita menjadi sangat hati-hati saat kembali mengemudi, terutama jika kita baru saja mengalami kecelakaan. Perasaan bahwa mobil atau pesawat menjadi tidak terkendali dan berpotensi celaka atau jatuh karena turun sangat cepat 100 atau bahkan 10 ribu meter dalam hitungan menit atau detik, tentunya akan sangat menakutkan. Akan sangat sulit melalui trauma itu dengan cepat,” jelasnya.
Pakar: Selalu Kenakan Sabuk Pengaman Ketika Duduk di Pesawat
Pakar penerbangan Anita Mendiratta dan ilmuwan Larry Cornman mengatakan sangat jarang ada korban jiwa akibat turbulensi, terutama di pesawat-pesawat komersil. Tetapi fenomena ini masih sangat sulit untuk diramalkan. Yang pasti begitu naik pesawat, penumpang sedianya mengikuti petunjuk awak pesawat dan senantiasa mengenakan sabuk pengaman.
“Sedapat mungkin selalu kenakan sabuk pengaman. Itu alat keselamatan utama. Saya kira semua orang tahu karena pilot akan selalu mengingatkan semua penumpang dan awak pesawat, tetapi orang-orang masih suka lalai. Saya kira ini adalah kunci menghindari jatuhnya korban jiwa dan luka-luka.”
Comments