STARJOGJA.COM, JOGJA – Masjid Pathok Negara menjadi salah satu pilar dari berdirinya Keraton di Yogyakarta. Secara geografis, masjid ini berada di empat titik penjuru mata angin. Penggunaan lokasi ini merupakan wujud dari falsafah jawa yang disebut dengan “kiblat papat limo mancer”.
Jika dilihat dari struktur bangunan masjidnya, jumlah tumpang digunakan sebagai identitas pembeda dengan Masjid Gedhe yang berperan sebagai pusat dan empat masjid lainnya sebagai penjuru.
Selain itu, posisi masjid disesuaikan dengan konsep empat dimensi ruang yang memiliki pola empat penjuru mata angin dan satu titik pusat di tengah. Konsep ini juga menggambarkan hubungan manusia dan alam semesta yang tak terpisahkan.
Penamaan Masjid Pathok Negara sendiri berasal dari kata dasar pathok sendiri yang memiliki arti penandaan, sedangkan negara berarti kerajaan atau pemerintahan. Maka, Masjid Pathok Negara secara filosofi memiliki arti sebagai batas wilayah dari suatu kerajaan atau pemerintahan.
Jika Masjid Gedhe Yogyakarta berfungsi sebagai pusat pemerintahan, Masjid Pathok Negara justru digunakan sebagai beberapa pusat kegiatan seperti pendidikan, tempat penyelenggaraan upacara adat, sistem pertahanan, hingga peradilan keagamaan.
Keempat masjid yang berlokasi di empat titik berbeda ini meliputi Masjid Jami’ An-Nur (Barat), Masjid Jami Sulthoni Plosokuning (Utara), Masjid Jami’ Ad-Darojat (Timur), dan Masjid Nurul Huda (Selatan). Keempatnya juga sama-sama dibangun di masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Masjid Jami’ An-Nur
Masjid ini didirikan oleh Kyai Nur Iman di atas tanah yang dihadiahkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana pada tahun 1758, bertepatan dengan lahirnya daerah Mlangi.
Saat ini, Masjid Jami’ An-Nur telah sepenuhnya dikelola oleh masyarakat. Walaupun begitu, Keraton masih memposisikan Abdi Dalem sebagai penanda utama bahwa masjid ini masih menjadi bagian Kagungan Dalem.
Masjid Jami Sulthoni Plosokuning
Masjid ini didirikan oleh Kyai Mursodo yang merupakan anak dari Kyai Nur Iman. Arsitektur bangunan masjid ini memiliki kemiripan dengan Masjid Gedhe. Namun, Masjid Plosokuning hanya memiliki dua tumpang, sedangkan Masjid Gedhe memiliki tiga tumpang.
Masjid ini dikenal dengan bangunannya yang masih sangat terjaga keasliannya. Salah satu ciri khasnya adalah kolam yang mengelilingi masjid sebagai tempat mencuci kaki sebelum memasuki masjid.
Masjid Jami’ Ad-Darojat
Masjid ini dibangun pada tahun 1774 dengan arsitektur bangunan yang serupa dengan Masjid Pathok Negara lainnya. Salah satu ciri utama dari masjid ini adalah mustaka tanah liatnya yang justru berada di atap masjid.
Masjid Nurul Huda
Masjid ini dibangun di tahun 1755 oleh Kyai Syihabudin sebagai penghulunya. Keunikan dari Masjid Nurul Huda adalah mustaka tanah liatnya yang disimpan di dalam kotak kaca dan atap bangunannya dibangun dengan ijuk.
Masjid Nurul Huda menjadi saksi bisu atas peran Masjid Pathok Negara sebagai sistem pertahanan. Selain itu, masjid ini sempat dijadikan sebagai tempat berkumpulnya para pejuang sekaligus pengikut Pangeran Diponegoro.
Sumber : Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (Daerah Istimewa Yogyakarta)
Penulis : Rossa Deninta
Comments