Nusantara

Tingkatkan Kuantitas Hasil Panen dengan Audio Bio Harmonic System

0
Audio Bio Harmonic System
Audio Bio Harmonic System (UNY)

STARJOGJA.COM, Info – Menggunakan teknologi yang tepat dapat meningkatkan kuantitas hasil panen salah satunya dengan Audio Bio Harmonic System (ABHS). Dosen FMIPA UNY Nur Kadarisman mengatakan teknologi yang menggunakan gelombang suara binatang alami seperti garengpung, belalang kecek, orong-orong, jangkerik dan kinjeng tangis yang dimanipulasi pada frekuensi tertentu sehingga menyebabkan stomata membuka karena beresonansi.

Nur Kadarisman dalam pelatihan dan pendampingan penggunaan teknologi Audio Organic Growth System (AOGS) untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas tanaman pertanian di Sokoliman I, Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul. Garengpung memiliki frekuensi suara 3256 Hz dan biasanya berbunyi pada pukul 07.00 hingga 10.00 WIB.

“Frekuensi bunyi tertinggi yaitu 5253 Hz dimiliki belalang kecek yang berbunyi pada pukul 19.00 hingga 22.00 WIB,” tutur Nur Kadarisman, Selasa (2/10).

Dengan modifikasi teknologi suara dapat mencapai frekuensi yang tepat sesuai dengan jenis tanaman pangan di Indonesia. ABHS ini memanipulasi peak frekuensi untuk mendapatkan resonansi dengan membran stomata sehingga stomata membuka.
Teknologi gelombang suara digunakan untuk menyuburkan tanaman menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi antara 3.000 Hz-5.000 Hz dan dipadu nutrisi organik melalui daun. Hasil penelitian secara spesifik menunjukkan bahwa tanaman kentang dengan pemaparan bunyi dengan frekuensi 3000 Hz mampu meningkatkan produksi sebesar 60% – 80% dengan teknologi ini.

ABHS pada dasarnya merupakan cara pemupukan daun (foliar) dengan pengabutan larutan pupuk yang mengandung trace mineral yang digabungkan serentak bersama gelombang suara frekuensi tinggi. Mulut daun hanya membuka dan menutup oleh perintah satu organ yang disebut guard cell.

Perintah ini muncul sebagai respons terhadap kelembaban, suhu, dan atau cahaya. Gelombang suara merupakan gerakan mekanis yang mampu menggetarkan semua materi yang dilaluinya dengan frekuensi yang sama, peristiwa ini disebut resonansi.
Warga Griya Purwa Asri, Sleman itu mengungkapkan ABHS menggunakan teknologi tepat guna pada lahan tanaman dan akan memaparkan bunyi pada lahan tanaman pada pagi hari saat waktu fotosintesis selama satu jam pukul 07.00-08.00 atau 08.00-09.00 sampai panen dimana setiap jenis tanaman beresonansi pada peak frekuensi tertentu tergantung dari morfologi daun.

“Inovasi AHBS dari segi harga yang relatif sangat murah karena hanya mengeluarkan dana 400.000 hingga 600.000 ribu Rupiah. Bandingkan dengan perangkat AOGS yang diproduksi saat ini yang kisaran harganya antara 6 Juta sampai 9 Juta Rupiah,” kata Nur Kadarisman.

Inovasi lainnya adalah kesederhanaan dan kemudahan penggunaan dengan sumber energi memakai energi baterai charger dan tenaga surya.
Pelatihan ini merupakan bagian dari usulan PKM penugasan guru besar dan tenaga dosen struktural yang beranggotakan Prof. Agus Maman Abadi, Dr. Cahyorini Kusumawardani, Nur Kadarisman, M.Si dan Eko Widodo, M.Pd. Ketua Tim PKM Agus Maman Abadi berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi petani karena mendapatkan pertumbuhan tanaman dan hasil panen yang lebih baik dibanding sebelum digunakannya teknologi ABHS.

“Hasil akhir yang diharapkan dengan menggunakan teknologi ABHS ini produksi tanaman pangan meningkat lebih banyak dibandingkan masa tanam sebelumnya sehingga dapat meningkatkan tingkat pendapatan petani,” ujarnya.

Panewu Karangmojo Kawit Raharjanto, MM merasa senang dengan program pengabdian kepada masyarakat oleh para dosen FMIPA UNY tersebut karena memberikan kontribusi pemahaman pada petani tanaman pangan bahwa kontribusi hewan yang selama ini terabaikan ternyata sangat penting.

“Tidak ada ciptaan Tuhan yang sia-sia karena bunyi dasar yang digunakan adalah suara binatang yang ada di lahan pertanian sekitar pemukiman warga. Ujungnya juga pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menyehatkan warga karena mengkonsumsi hasil panen yang higienis,” kata Kawit.

Harapannya kegiatan ini dapat mengubah perilaku petani dari pola tanam dan pemupukan tradisional menjadi penanaman modern berbasis teknologi yang ramah lingkungan.

Sumber : UNY

Baca juga : Rehap Jadi Solusi Peserta Yang Punya Tunggakan BPJS Kesehatan

Bayu

Kesadaran Responsif Gender Harus Terus Dikampanyekan

Previous article

Optimalisasi Pusat Layanan Usaha Terpadu untuk Mendorong UMKM Kabupaten Sleman

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Nusantara